Selasa, 13 November 2012

unsur-unsur identitas diri remaja Kristen


Unsur-unsur Identitas Diri Remaja Kristen
Seorang dikatakan remaja Kristen yang sudah percaya kepada Kristus akan terlihat dari pemahaman diri sendiri, penerimaan dirinya sendiri, menilai diri berdasarkan penilaian Tuhan dan cita-cita diri.
Pemahaman Remaja tentang Diri Sendiri
Pemahaman diri sendiri lebih penting dari pada berusaha untuk memahami orang lain. Kebutuhan akan memahami diri sendiri bagi remaja sangat erat hubungannya dengan kemantapan rasa harga diri. Mengerti diri sendiri merupakan suatu keadaan, dimana seseorang mengatahui sikap-sikapnya, sifat-sifat, Kemampuan dan sebagainya. Menurut Samuel Smiles memahami diri sendiri merupakan salah satu cara untuk menjadi diri sendiri yang seutuhnya.[1]
John W. Santrock, dalam buku Adolescence (Perkambangan Remaja) menuliskan
Pemahaman diri sendiri artinya gambaran kognitif remaja mengenai dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja. Pemahaman diri seorang remaja anak remaja didasari oleh berbagai kategori peran dan keanggotaan yang menjelaskan siapakah diri remaja tersebut. Walupun tidak membentuk identitas pribadi seutuhnya, pemahaman diri dasar identitas diri yang rasional.[2]

Pengenalan diri bagi remaja Kristen Alkitabiah dan psikologi humanis sama-sama setuju dalam satu hal, yaitu bahwa manusia harus mengenal dirinya sendiri, tapi untuk suatu alasan yang berbeda. Psikologi humanis mengajarkan bahwa mengenal diri sendiri supaya merasa senang dengan diri kita sendiri. Kekristenan Alkitabiah mengajarkan mengenal diri sendiri supaya tidak lagi melihat pada diri sendiri tapi menemukan hidupnya dan identitas dalam Yesus Kristus.[3]
Pemahaman diri membuat anak remaja bersikap realistis dalam melihat masa depan, dan dalam mengungkapkan diri secara benar dan dalam menghadapi tantangan hidup secara seimbang. Remaja yang dewasa ditandai oleh perkembangan pengertiannya bahwa perkembangan pribadi (meliputi segi jasmani, intelektual, emosional, sosial dan spiritual) merupakan proses sepanjang hidup yang menuntut kejujuran dan kerendahan hati, bimbingan dan nasihat dari orang lain.[4]
Seorang remaja mendapatkan pemahaman tentang dirinya jika remaja tersebut berusaha memenuhi tuntutan-tuntutan pemeriksaan diri yang seungguh-sungguh teliti. Remaja tersebut akan menganggap sukses dalam dirinya sebagai orang yang pantas mendapat perhatian yang serius dan perhatian yang simpatik.[5]
Pengenalan diri sangat erat kaitannya dengan kemantapan rasa harga diri. Mengerti diri sendiri merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengetahui sikap-sikapnya, sifat-sifatnya, kemampuan-kemampuan dan sebagainya. Orang yang memahami diri sendiri adalah orang yang menguasai kelebihan dan kelemahannya, dapat menampatkan diri dengan banar dan tepat, tidak ragu dengan perbuatanya.[6]
Pengenalan diri sendiri merupakan sebuah langkah awal yang baik untuk mengenal dunia luar. Remaja sering mengenal dunia luar tanpa mengenal dirinya sendiri. Remaja sering menemui orang lain dan menganggap orang lain hebat, sehingga sesuatu yang igin di kerjakan oleh remaja membuat kurang percaya diri, karena takut segala sesuatu yang dilakukan salah dan tidak mendatangkan keberhasilan bagi diri sendiri maupun untuk orang lain.[7]
Bagi remaja Kristen pengenalan diri tidaklah hanya berdasarkan pandangan diri sendiri namun berdasarkan pandangan Tuhan. Pengenalan diri berdasarkan Firman Allah memperkuat ketabahan manusia terhadap setiap kepahitan hidup, karena penghargaan sebagai makluk yang dikasihi dan dikhususkan oleh Allah tidaklah tergantung kepada situasi dan kondisi lingkungan.[8]
Pemahaman terhadap diri sendiri bertujuan untuk menentukan diri sendiri agar tidak salah dalam menilai diri sendiri. Menilai diri sendiri merupakan pembenahan diri. Remaja dapat menilai sifat yang buruk dan yang baik. Penilaian terhadap diri sendiri suatu langkah untuk mempersiapkan langkah lebih baik, dan menuju yang lebih baik.[9]
Penilain diri sendiri bagi remaja sangatlah penting karena sebuah modal terbesar bagi kemajuan dirinya. Seorang remaja Kristen seharusnya mampu menilai dirinya berharga dan mulia dihadapan Tuhan dan manusia (Yes.43:4). Remaja Kristen dikatakan berharga kerana kerena remaja Kristen diciptakan segambar dan serupa dengan Allah dan diberi mandat langsung dari Allah untuk alam semesta (Kej. 1:26)
Sebagai orang Kristen tidak perlu terus menerus membandingkan dirinya dengan orang lain, karena hal itu dapat membuat semakin jauh ( merasa kurang mampu) atau menghasilkan kesombongan pribadi (merasa diri lebih baik). Sebaiknya sebagai remaja yang sudah percaya Kristus memberikan penilaian terhadap dirinya dengan hari-hari sebelumnya, kemudian mengerjakan yang terbaik dengan pertolongan Tuhan agar lebih terampil dan lebih efektif. Namun remaja Kristen membutuhkan orang lain untuk menilai dirinya sehingga dapat memberikan penilaian yang realistis.[10]
Sewaktu remaja mempunyai penilaian terhadap diri sendiri dengan baik maka remaja dapat mengatasi berbagai ketegangan dan tantangan dan tetab mempunyai pendangan positif. Tetapi sebaliknya, bila pandangan terhadap diri sendiri menjadi begitu rendah, segala sesuatu bahkan yang positif akan tampak suram.[11] Contoh, dalam Perjanjian Lama mempunyai penilaian yang rendah terhadap diri sendiri adalah Saul ketika diuarapi menjadi raja Israel merasa minder dan merasa tidak memenuhi syarat. (1 Sam. 9:21)
Pandangan terhadap diri sendiri tidak hanya mempengaruhi kesahatan batin dan kemampuan mencapai keberhasilan, juga mepengaruhi kemamupuan untuk berhubungan dengan dunia luar. Penilaian terhadap diri sendiri akan mempengaruhi pada kemampuan untuk menggapi perintah Tuhan untuk mengasihi. Bila remaja tidak menyukai diri sendiri, kemungkinan besar remaja tersebut akan sibuk memikirkan dirinya sendiri. Bila mengasihi diri sendiri dengan batas yang wajar, menjadi sumber didalam diri sendiri menyalurkan kasih terhadap orang lain. Kalau pandangan terhadap diri sendiri positif dan sehat, akan memudahkan remaja keluar dari dunianya sendiri. Dengan demikian maka remaja tersebut akan dapat mengasihi orang lain dengan benar.[12]
Remaja yang memiliki panilaian negatif sering bersikap pesimis, tidak memiliki keyakinan, memiliki kepekaan yang berlebih-lebihan terhadap pendapat orang lain, selalu memeriksa diri disetiap penampilannya atau apapun yang dilakukan, selalu bertanya terhadap orang lain yang di pikirkan tentang dirinya, mudah tersinggung, tidak dapat menerima kasih, selalu mencari harta kekayaaan agar merasa bahagia, berbicara negatif tantang dirinya sendiri atau orang lain.[13]
Remaja yang memiliki penilaian positif, menjadikan pikiran yang tinggi tentang diri sendiri sebagaimana Allah melihat diri. Jika sesoarang memberikan penilaian yang positif terhadap dirinya maka ramaja tersebut akan mengahargai diri sendiri dan memandang dirinya sangat berharga.[14] Seorang Kristen yang matang rohani tidak hanya mencari kebanggaan diri sendiri atau berkeiginan untuk menipulasi kehidupannya. Kematangan Rohani membutuhkan kerendahan hati dan kesadaran bahwa kehidupan orang Kristen terletak pada Tuhan Yesus.
Penerimaan terhadap Diri Sendiri
Salah satu wujud identitas diri sesorang adalah kesanggupan individu dalam menerima dirinya sendiri. Penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri karena keterbatasan diri serta kebebasan dari kecemasan akan adanya penilaian dari orang lain terhadap keadaan dirinya.[15]
Bagi remaja Kristen penerimaan diri sendiri berarti yakin bahwa apa yang dianugrahkan Tuhan kepada dirinya sendiri adalah baik. Menerima keberadaan diri sendiri bagi remaja, perempuan atau laki-laki penting bagi terwujudnya perilaku yang baik, sehat dan dewasa.[16]
Pada masa remaja mengalami berbagai macam perubahan. Perbedaan antara harapan remaja maupun harapan lingkungan dengan keadaan fisik remaja, menimbulkan masalah bagi remaja, sehingga sulit baginya untuk menerima keadaan fisiknya. Di samping kesulitan menerima keadan fisiknya sehubungan dengan pertambahnya tinggi badan, penampilan juga menjadi sumber kesulitan.[17] Bagi seorang remaja Kristen harus bisa menerima kondisi fisik dan menggunakan Tubuh secara efektif, artinya seorang remaja bisa menerima diri sendiri, bentuk tubuh, bentuk wajah, dan lain-lain, juga bisa merawat tubuhnya dan menjaganya.
Seorang anak remaja Kristen penting mengetahui apa yang Tuhan katakan mengenai dirinya. Sementara remaja membaca Alkitab, remaja mampu melihat apa yang Tuhan kehendaki dari remaja Kristen. Pikiran Allah tentang diri remaja itulah yang benar bukan pendapat orang lain mengenai dirinya. Remaja Kristen penting mengetahui bahwa Tuhan tidak pernah melakukan kesalahan terhadap diri sendiri. Entah diri sendiri merasa terlalu jangkung, terlalu pendek, terlalu besar, terlalu kurus, atau wajah diri sendiri kurang tampan atau jelita. Allah membuat diri remaja (diri sendiri) sebagaimana keadaan diri sendiri karena bagi Tuhan itulah yang sempurna.[18]
Penerimaan diri remaja yang berkembang dalam penerimaan diri akan mengetahui kemampuan-kemampuan dan keterbatasan-keterbatasan dirinya. Memang setiap manusia mempunyai sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh orang lain, akan tetapi setiap pribadi mempunyai ciri-ciri khas yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Jadi penerimaan diri remaja Kristen merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan dan kekurangannya, memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa dirinya, dapat menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain, serta menerima keadaan emosionalanya (depresi, marah, takut, cemas, dan lain-lain) tanpa mengganggu orang lain.
Menilai Diri Berdasarkan Penilaian Tuhan
Ketika seorang remaja percaya Yesus Kristus maka remaja tersebut harus mampu melihat penilaian Tuhan terhadap dirinya  karena Tuhanlah yang menciptakan manusia, menempatkan manusia dibumi, dan mengetahui lebih banyak tentang manusia dibanding dengan siapapun. Sehingga remaja tersebut tidaklah hanya memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan pandangan dunia. Seorang remaja yang melihat dirinya berdasarkan penilaian Tuhan akan menyadari bahwa dirinya sebagai pribadi ciptaan baru, pribadi yang berharga, pribadi yang mulia, dan pribadi yang dikuduskan.

Pribadi Ciptaan Baru
Remaja Kristen yang percaya Yesus Kristus yang terpenting dan terutama adalah Kristus, bila sudah menyerahkan diri dan kehidupan kepada Kristus, Tuhan akan mengampuni dari segala dosa-dosa maka akan menjadi ciptaan baru. Ketika seseorang menjadi Kristen, ia adalah ciptaan baru (2 Kor. 5:17), tetapi masih jauh dari kesempurnaan tanpa dosa, pengudusan progresif merupakan proses untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus selangkah demi selangkah.
Alkitab memberikan penjelasan siapa manusia setelah menerima Kristus sebagai Juruselamat. Sebagai ciptaan baru maka remaja tersebut memiliki identitas yang baru di dalam Kristus. Remaja tersebut menjadi anak Allah (Yoh. 1:12), saksi pribadi untuk Kristus dan diutus untuk menceritakan tentang Dia (Kis. 1:8), bebas dari segala penghukuman (Rom. 8:1), ahli waris bersama dengan Kristus yang mewarisi kemuliaan-Nya (Rom. 8:17), tidak dapat dipisahkan dari kasih Allah (Rom. 8:35), bait Allah (1 Kor. 3:16), telah disalibkan bersama dengan Kristus maka Kristus hidup di dalam hidupnya (Gal. 2:20), menjadi orang kudus (Ef. 1:1), warga kerajaan surga dan memiliki tempat di surga (Ef. 2:6), buatan Allah (Ef. 2:10), memperoleh jalan masuk kepada Tuhan melalui Roh Kudus-Nya (Ef. 2:18), benar dan kudus (Ef. 4:24), dapat mengerjakan segala sesuatu di dalam Kristus yang memberi kekuatan kepadanya (Fil. 4:13), sempurna di dalam Kristus (Kol. 2:10), dipilih, dikuduskan dan dikasihi oleh Allah (Kol. 3:12), memiliki roh kekuatan, kasih dan penguasaan diri (2 Tim. 1:7), anggota dari bangsa yang terpilih, imamat rajani dan umat kepunyaan Allah (1 Pet. 2:9,10), dilahirkan kembali dalam Kristus dan si jahat tidak akan dapat menjamah lagi (1 Yoh. 5:18).

Pribadi yang Berharga
Seluruh Alkitab secara konsisten mengatakan bahwa manusia berharga. Karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26-27) dan Allah memelihara dan mengasihi umat-Nya sebagai "biji mata" Nya (Ul. 32:10). Walaupun manusia jatuh dalam dosa namun Tuhan tetab menghargainya. Alkitab berkata bahwa karena ketidaktaatan, manusia jatuh dalam dosa dan harus dihukum oleh Allah. Allah membenci dosa yang dilakukan manusia, tetapi Allah tidak membenci manusia. Ia tetap menunjukkan kasih-Nya, bahkan ketika manusia masih berdosa (Rom.5:8). Allah mengasihinya sehingga Ia mau mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menebus manusia agar manusia beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16).
Orang Kristen dapat memiliki harga diri yang positif bukan karena apa yang telah ia perbuat dan bukan karena keberadaannya sebagai manusia, namun semata-mata Karena anugerah Allah dan karunia keselamatan yang diberikan-Nya (Gal. 6:14; Rom. 15:17).

Pribadi yang Mulia
Manusia merupakan salah satu dari ciptaan Allah di dunia, namun manusia merupakan ciptaan yang paling mulia dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Manusia merupakan ciptaan yang paling mulia dibandingkan dengan ciptan yang lain, karena Manusia diciptakan sagambar dan serupa dengan Allah,  manusia diberikan mandat langsung dari Allah untuk berkuasa atas alam semesta (Kej. 1:26) dan ada beberapa hal yang tidak dimiliki ciptaan yang lain yaitu ingatan (Kej 41:9; 1 Kor 15:2), kehendak (1 Kor 9:17; 2 Pet 1:21), nyawa atau jiwa (Luk 12:20; Kis 14:22; 1 Pet 4:19), pengertian (Ef 1:18; 4:18), suara hati atau hati nurani (Rom 2:15; 1 Tim 4:2), pikiran. (1 Taw 29:3; Kol 3:2), dan hati (roh) (Ams 18:14; 1 Kor 2:11).

Pribadi yang Istimewa
Manusia dikatakan istimewa karena manusia adalah individu yang unik.[19] Setiap orang memiliki keunikan masing-masing yang tidak dimiliki oleh orang lain. Tidak akan ada seorangpun yang sama persis seperti pribadi yang dimiliki saat ini sampai kapanpun. Keunikan mencakup ciri-ciri jasmani, watak pribadi, bakat-bakat serta keadaan tertentu yang dalam kehidupannya.[20]
Allah mengasihi manusia kerana manusia istimewa. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Kasih Allah kepada manusia tidak akan berhenti sampai kapanpun “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yer.31:3).




Pribadi yang Dikuduskan
Salah satu sifat Allah yang ada di dalam manusia adalah kekudusan-Nya. Kekudusan Allah dapat dimiliki oleh manusia yaitu dengan percaya kepada Kristus sebagai Juru selamat secara pribadi, maka posisi manusia dikuduskan di hadapan Tuhan. Salah satu ciptaan Allah yang memiliki kekuduasan adalah manusia yang diciptakan gambar dan serupa dengan Allah. Setiap orang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru selamat Pribadi maka posisinya di hadapan Tuhan telah dibenarkan di hadapan Tuhan, sehingga identitas yang baru dalam Kristus maka Allah ingin agar manusia terus menjaga kekudusan dan selalu membagun hubungan persekutuan dengan Allah.[21]
Allah menilai manusia sebagai orang-orang kudus karena kematian Yesus Kristus dikayu salib, sehingga setiap orang percaya yang datang kepada Kristus dijadikan sebagi orang Kudus.[22] Tuhan telah menguduskan orang percaya maka Tuhan mengiginkannya hidup kudus “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1 Pet. 1:15-16)”.

Cita-cita Diri
Remaja mempunyai idealisme atau cita-cita yang sangat kuat. Meskipun cita-cita itu sering tidak realistik, tetapi merupakan potensi yang luar biasa dan modal untuk bisa menjadi orang yang kreatif. Jika dibina dalam pendidikan yang matang, bisa menjadi orang yang yang inovatif dan kreatif.
Dengan pemahaman diri yang benar maka remaja dapat menyusun rencana-rencana masa depannya yang berupa sebuah cita-cita. Remaja tersebut akan dapat mengarahkan dirinya, merealisasikan dirinya, dan menyatakan diri atau mengaktualisasikan diri.[23]
Identitas diri remaja Kristen terwujud pada cita-citanya dan peluang untuk berprestasi. Sebagian besar dari apa yang diiginkan atau tidak diiginkan tergantung pada penilaian terhadap diri sendiri. Orang yang menilai dirinya cukup berbakat, tidak akan membuat target yang tinggi dan tidak akan kecewa bila gagal mencapai hasil yang baik. Orang yang menilai diri sendiri secara sehat, sering meperlihatkan hasrat kuat untuk bekerja keras dan menganggap dirinya memalukan bila tidak berusaha dengan sebaik-baiknya.[24]
Ada hubungan yang erat antara penilaian diri sendiri dengan banyaknya tenaga yang digunakan untuk melakukan pekarjaan. Dalam menentukan cita-cita remaja yang mempunyai identitas diri yang sehat pasti akan menyadari kemampuan dan kelemahan dirinya, sehingga tidak cepat menyarah.
Dengan memiliki identitas diri dalan Kristus maka ramaja tersebut akan menyadari cita-citanya bersama Kristus. Kesadaran tersebut akan mambantu remaja untuk memiliki cita-cita ke depan sesuai dengan apa yang kesuksesan yang dimiliki. Remaja Kristen perlu mempunyai cita-cita yang realistis agar memiliki rasa kepercayan serta kebanggaan terhadap dirinya sendiri. Setiap anak mempunyai cita-cita yang dapat menolongnya menonjol secara positip. Cita-cita yang dimiliki mempunyai peranan yang amat penting dalam kehidupan kerena merupakan langkah awal dari pengakuan terhadap diri sendiri secara positif.



Ditulis oleh Supriadi Siburian, S.Th


[1]Ach Syaifullah, Tips Bisa Percaya Diri, (Yogyakarta: Garailmu, 2010), 63.

[2]Santrock, Adolescence, 333.

[4]Santrock, Adolescence, 335.

[5]Carl Gustav Jung, Diri yang Belum Ditemukan, Pen., Agus Cremers dan Martin Warus (Maumera: Ledalero, 2003), 121.

[6]Mappiare, Psikologi Remaja, 149.

[7]Wining Rohani, Tibs Hidup Enjoy di Masa Remaja, (Yogyakarta: Glorya Graffa, 2005), 78.
[8]Heath, Psikologi Yang Sebanarnya, 26.

[9]Syaifullah, Tips Bisa Percaya Diri, 67.

[10]Collins, Konseling Kristen Yang Efektif, 116.

[11]M. Blaine Smith, Anda Unik Dimata Tuhan: Pandangan Alkitab tentang Menerima Diri Sendiri), pen., Ny. Yunny Tandei (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2006), 2.

[12]Ibid., 7.
[13] Dowell dan Bill Jones, Tanya Jawab Kawula Muda , 42.

[14]Ibid., 42.

[16]Daniel E. Fountain, Manusia Seutuhnya dalam Kesehatan Alkitab dan Gereja, Pend., Doreen Widjana (Bandung: Lembaga Literrature Baptis, 2003), 185.
[17] Gunarsa dan Ny. Yulia, Psikologi Perkebangan  Anak dan Remaja, 207.

[18] Dowell dan Jones, Tanya Jawab Kawula Muda, 37.
[19]Dowell dan Jones, Tanya Jawab Kawula Muda, 58.

[20]Smith, Anda Unik Di mata Tuhan,  21.
[21]Federans Randa II, Anda Berharga dimata Tuhan (Yogyakarta: Randa’s Family Press, 2009), 37.

[22]Ibid., 113.
[23]Mappiare, Psikologi Remaja, 149.

[24]Smith, Anda Unik Di mata Tuhan, 7.

MEMAHAMI REMAJA



MEMAHAMI REMAJA
Memahami remaja bukanlah hal yang mudah dan yang sulit namun yang pasti bisa ditolong. Jika kita berkeiginan untuk molong remaja maka hal yang pertama dilakukan adalah memahami remaja itu sendiri.

Pengertian Remaja
Istilah remaja dengan sepintas dapat dimengerti dengan mudah yaitu sebagai masa periode transisi antara masa anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun jika seseorang menunjukan tingkahlaku tertentu.[1] Tetapi untuk mendapatkan pengertian yang jelas dan pasti tentang remaja tidaklah mudah kerena berbagai faktor usia, sosial, budaya dan agama.
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.[2] Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Menurut Calon bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.[3]
Remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial di usia 10-22 tahun.[4] Anak tersebut akan mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa remaja sebagai masa yang istimewa dan sebuah masa salah paham antara remaja sendiri dan masyarakat. Banyak orang tua yang menganggap bahwa anak remajanya sedang menghadapi puncak dari serangan dan godaan lingkungan. Padahal masa remaja hanyalah merupakan salah satu babak dalam belajar berdiri atas dasar yang benar di tengah lingkungan.[5]
Remaja adalah masa yang paling indah dimana menjadi masa untuk mengetahui banyak hal, liku-liku kehidupan manusia setelah meninggalkan masa kanak-kanak.[6] Di masa remaja, anak menjalani suatu tingkat umur, di mana anak tidak lagi anak-anak tetapi belum bisa dipandang dewasa. Masa remaja adalah umur yang menjembatani antara anak-anak dan dewasa. Di masa remajalah seorang anak banyak perubahan yang tidak akan mudah dihadapi oleh remaja sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

Batasan-batasan Usia Remaja
Dalam memberikan batasan usia remaja masih mengalami hal yang sama dengan memberikan pengertian remaja sehingga mengenai batasan umur, para ahli belum mempunyai kata sepakat yang jelas dapat disetujui bersama.
Sarlito W. Sarwono, dalam bukunya Psikologi Remaja memberikan batas usia remaja di masyarakat Indonesia pada usia 11 tahun sampai dengan usia 24 tahun. Sarlito memberikan batasan usia 11 -24 tahun dan belum menikah yang menjadi usia ramaja dengan pertimbangan
Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik), usia 11 tahun sudah dianggab akil balig, baik menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial), pada usia 11 tahun mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal karena belum bisa memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Golongan usia 24 tahun masih banyak di Indonesia terutama dikalangan masyarakat menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal untuk mencapai kedewasaan.[7]

Menurut Andi Mappiare dalam buku Psikologi Remaja memberikan usia masa remaja berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Jika dibagi dalam remaja awal dan remaja akhir maka remaja awal berada dalam usia 12/13-17/18 tahun, dan remaja akhir usia 17/18-21/22 tahun.[8]
Erik Erikson memberikan masa remaja berlangsung antara usia 10-20 tahun, dimana individu diharapkan menemukan siapa remaja, remaja sebetulnya seperti apa, dan kemana remaja menuju akan hidupnya.[9] Remplein memberikan batasan remaja pada usia 11-21 tahun.[10]
Pada umumnya pengelompokan tahapan perkembangan adalah 12-14 tahun disebut remaja awal, 15-17 tahun disebut remaja, 18-21 tahun disebut remaja lanjut.[11] Meskipun belum ada kesepakatan tentang tentang usia berapakah dikatakan seseorang remaja, secara umum situasi di Indonesia, kategori remaja adalah pada usia 12-20 tahun.[12]

Secara  Fisik
Perkambangan fisik remaja yang paling paling banyak perhatian adalah tinggi dan berat badan, pertumbuhan kerangka tubuh, fungsi reprodutif, dan perubahan hormonal.  Dalam pembahasan ini penulis akan membahas perkembangan fisik remaja dalam tinggi badan,  berat badan dan seksulitas.
Secara fisik yaitu tubuh dan jasmani, remaja mengalami pertambahan tinggi badan dan berat badan. Untuk remaja pria kecepatan pertumbuhan dimulai sekitar umur 10.5 tahun sampai 14,5 tahun, setelah itu percepatan pertumbuhan akan berkurang sampai umur 20 tahun, sedangkan pada wanita kecepatan pertumbuhan sudah dimulai umur 8,5 tahun dan 11,5 tahun dan mencapai puncak pada umur 12 tahun.  Setelah itu percepatan pertumbuhan berkurang sehingga berakhir pada umur 15-16 tahun[13].  Batas-batas kecepatan pertumbuhan tinggi badan diatas bersifat tidak mutlak, sebab tinggi badan seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan, makanan dan kasehatan. Sehinga tidak mungkin memberikan kesimpulan akhir untuk ketinggian anak remaja.
Remaja juga mengalami pertambahan berat badan. Bertambahnya berat badan selama remaja tidak hanya disebabkan oleh karena bertambahnya lemak, akan tetapi juga oleh bertambahnya jaringan-jaringan tulang dan otot. Pada laki-laki pada umunya pertambahan berat badan terutama disebabkan oleh makin bertambah kuatnya susunan urat danging. Pada wanita disebabkan oleh bertambahnya jaringan pengikat dibawah kulit (lemak) terutama pada paha, bantat, lengan atas dan dada [14].
Perubahan fisik adalah kematangan pada kelancar kelamin dengan perubahan hormonal serta munculnya tanda-tanda krakteristik seks sekunder yang diikuti pula timbulnya hasrat seksual[15]. Sebagai anak yang berkembang mengalami pergumulan yang panjang menganai dorongan seksual yang meningkat. Pertumbuhan remaja sangat jelas berhubungan dengan meningkatnya dorongan seksual karena adanya pertumbuhan kelanjar-kelanjar seks[16]. Bagi remaja yang baru mengalami kebangkitan seksualitas, biasanya perasaan-perasaan menggejolak itu membingungkan dan mambuatnya frustasi.
Untuk remaja pria kakterteristik kelamin primer adalah alat kelamin yang terdiri dari penis dan buah pelir. Untuk remaja wanita adalah vagina. Untuk remaja pria kakterteristik kelamin sekunder adalah tubuh menjadi lebih jantan, suara lebih besar, tumbuh rambut untuk pertumbuhan kumis, janggut, pada kaki, ketiak dan alat kemauluan dan untuk remaja putri adalah bertambahnya jaringan lemak terutama pada paha, pantat, lengan atas, an dada akan mebentuk tubuhnya dengan membentuk kewanitaan yang khas[17].
Secara Status
Ciri khas remaja adalah menuntut perlakuan yang lebih merdeka dan keiginan untuk mengembangkan identitas dirinya dari masa anak-anak[18]. Remaja sudah berkeiginan untuk  mandiri seperti orang dewasa, dilain pihak remaja harus terus mengikuti kemauan orang tau. Remaja menuntut peran yang lebih besar, diikut sertakan dalam pengambilan keputusan, dihargai, dan  diakui. Remaja berkeiginan bebas dari berbagi bentuk tekanan, bebas dari diskriminasi, bebas mengeluarkan pendapat, bebas  menyatakan diri, dan bebas dari perlakuan tidak adil[19].

Secara Mental
Mental adalah bagian mendasar yang ada dalam diri yang berkaitan dengan kejiwaan, kerohanian, keadaan batin dan pikiran manusia[20]. Mental memiliki peran yang sangat penting dalam diri seseorang termasuk remaja. Seseorang dikatankan berani, tanguh dan kuat kalau mentalnya kuat. Remaja menuntut segala sesuatu diuji oleh pikirannya dan pertimbngannya yang sedang berkembang, namun masih terbatas pengalamannya. Kristik pada masa remaja membawa pada kepada keyakinan dan kehidupan dewasa. Ini juga yang menjadi dasar pemikiran individual karena akal budinya yang sedang berkembang senantiasa menuntut pembuktian.[21]
Mental anak remaja akan mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku. Cara berpikir remaja akan membentuk keparcayan akan diri sendiri dalam melakukan sesuatu. Kepercaaan diri merupakan keyakinan yang berkaitan dengan keberhasilan dalam berprilaku, juga merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menginterpasi kemampuan hingga dalam berperilaku dapat menghasilkan sesuatu yangsesuai dengan harapan[22].
Ciri-ciri mental dalam remaja adalah remaja lebih cenderung merasa obtimis, mandiri, punya ambisi, tidak mementingkan diri sendiri, toleran, tidak berlebihan, dan lebih hati-hati. Mental remaja akan terbentuk beberhasil dengan dukungan prestasi, keberhasilannya melampaui rintangan yang ada, pola asuh yang demokratis, dan penyeratan Tuhan[23].

Secara Emosi
Emosi sangat berhubungan erat dengan segala hal dalam kehidupan manusia termasuk anak remaja. Emosi remaja adalah keadaan batin yang berhubungan dengan marah, takut, cemas, rasa igintahu, iri hati, sedih, kasih sayang, kecewa, benci, kwatir dan gembira.  Pada saat remaja pergejolakan emosi begitu dahsyat, kerena diriringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang berpariasi[24].
Emosi para remaja tidak stabil atau sedang bergejolak, memungkinkan untuk nekat melakukan apa yang dia mau meskipun itu terlalu ekstrim. Terkadang kondisi ini tidak diimbangi dengan sikap tanggung jawab. Para remaja cenderung lari dari permasalahan yang mereka hadapi.
Menurut overstrett ada enam aspek kematangan emosi remaja yaitu sikap untuk belajar, memiliki rasa tangung jawab, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif, kemampuan untuk menjalin hubungan sosial, beralih dari egosentrisme ke sosiosentrisme, dan filsafah hidup yang terintegrasi[25].
Pertama, Sikap untuk belajar: Bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan dari pengalaman hidupnya. Artinya individu yang matang emosinya mampu mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya dan pengalaman orang di sekitarnya untuk digunakan dalam menjalani kehidupannya. Kedua, Memiliki rasa tanggung jawab: Dalam mengambil keputusan atau melakukan suatu tindakan berani menanggung resikonya. Individu yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Hal ini berarti bahwa individu yang matang tetap dapat meminta saran atau meniru tingkah laku yang baik dari lingkungannya.
 Ketiga, Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif Artinya adanya kemampuan untuk mengatakan apa yang hendak dikemukakan dan mampu mengatakannya dengan percaya diri, tepat dan peka akan situasi. Keempat, Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan social: Individu yang matang mampu melihat kebutuhan individu lain dan memberikan potensi dirinya untuk dibagikan pada individu lain yang membutuhkan. Individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya dan mampu menerima cinta dari individu lain.
Kelima, Beralih dari egosentrisme ke sosiosentrisme Artinya individ mampu melihat dirinya sebagai bagian dari kelompok. Individu mengembangkan hubungan afeksi, saling mendukung, dan bekerja sama. Untuk itu diperlukan adanya empati, sehingga dapat memahami perasaan individu lain.
Keenam, Falsafah hidup yang terintegrasi: Hal ini berhubungan dengan cara berpikir individu yang matang yang bersifat menyeluruh, yaitu memperhatikan fakta-fakta tertentu secara tersendiri dan menggabungkannya untuk melihat arti keseluruhan yang muncul. Dengan demikian, tindakan sekarang dan terencana masa depan dibuat dengan berbagai pertimbangan, didasarkan pada penilaian yang objektif dan terlepas dari prasangka.



Secara Sosial
Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa, pada saat ini kebutuhan remaja telah cukup komleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja cukup luas. Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Anak remaja akan merasa lega dan senang bila berkumpul dalam satu kelompok dan mempercakapkan segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Remaja mulai meminati pesta dan pertemuan santai, kerena remaja mulai senang berada pada anak-anak lawan jenis[26].
Secara sosial anak remaja mulai menaruh perhatian besar terhadap jenis kelamin lain. Perhatian terhadap lawan jenis mulai tumbuh subur yang nantinya akan menjadi perasaan cinta[27]. Ada getaran-getaran tertentu yang dirasakan bergerak takkala melihat atau berbicara dengan lawan jenis. Timbul rasa mendekati, rasa rindu dan rasa bersama untuk selamanya. Perasaan romantis merupakan hal yang wajar bagi remaja.  Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit,  namun remaja juga terselip pikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup. Pergaulan remaja diwujudkan dalam bentuk kelompok-kelompok, naik kelompok besar dan kelompok kecil.
Remaja mulai aktif mengadakan konservasi dan percajkapan-percakapan. Mengadakan konversasi atau percakapan-percakapan merupakan salah satu keaktifan sosial yang sanagt digemari oleh anak remaja. Anak remaja kan merasa lega dan senang bila dapat berkumpul dalam suatu kelompok dan mempercakapkan segala sesuatu yang menarik perhatiannya atau yang menjadi persoalan baginya[28]. Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja seraing mengalami sikap hubungan sosial yang tertutub sehubungan dengan masalah yang dialaminya[29].

Secara Pendidikan
Masa remaja adalah masa Kritis dalam pencapain prestasi. Tekanan sosial dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi dalam cara yang baru. Sanggup tidaknya remaja dalam berprestasi ditentukan oleh faktor psikologis dan motivasi[30]. Dorongan prestasi bisa diperlihatkan anak dan remaja terhadap berbagai kegiatan yakni yang berhubungan dengan pendidikan disekolah, dalam bidang oleh raga, kesenian yang berkaitan khusus dengan bakat dan minat yang secara khusus dimiliki anak.  Motivasi terfokus kepada mengapa seorang bertindak, berfikir, dan mersa dengan cara yang dilakukan, dengan penekanan aktivitasi dan tingkahlaku. Motivasi berprestasi adalah keiginan untuk mencapai standart kesuksesan dan berusaha untuk mencapai kesuksesan itu[31].
Di antara orientasi masa depan yang mulai diperhatikan pada usia remaja, orientasi masa depan remaja akan lebih terfokuskan dalam bidang pendidikan. Hal ini dinyatakan oleh Eccles, dimana usia remaja merupakan usia kritis karena remaja mulai memikirkan tentang prestasi yang dihasilkannya, dan prestasi ini terkait dengan bidang akademisnya[32]. Suatu prestasi dalam bidang akademis menjadi hal yang serius untuk diperhatikan, bahkan renaja sudah mampu membuat perkiraan kesuksesan dan kegagalan mereka ketika mereka memasuki usia dewasa[33].
Prestasi seorang remaja akan meningkat bila membuat suatu tujuan yang spesifik, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek. Dalam proses pencapaian tujuan, remaja juga memperhatikan kemajuan yang di capai, dimana remaja diharapkan melakukan evaluasi terhadap tujuan, rencana, serta kemajuan yang telah mereka capai, sehingga dapat dikatakan kalau orientasi masa depan yang dimiliki remaja akan lebih terkait dengan bidang pendidikan.

Secara Kerohanian
Remaja mulai memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan agama yang dipercayai pada masa kanak-kanak. Lambat atau cepat remaja membutuhkan keyakinan agama meskipun ternyata keyakinan pada masa kanak-kanak tidak lagi memuaskan. Kebutuhan remaja akan agama akhirnya membuat remaja tersebut mengembangkan imannya sendiri bukan hanya sekedar meminjam iman dari orang lain[34]. Remaja mulai menilai dan mempertimbangkan hal-hal agama secara kristis. Bayak hal-hal yang dulu remaja percayai ketika anak-anak dengan sungguh-sungguh, pada saat remaja mulai diragukan. Misalnya menganai hal dosa, sorga, neraka. Doa, dan sebaginya[35].
Remaja mulai menaruh minat pada agama antara lain tampak dengan membahas agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama, mengunjungi gereja dan mengikuti berbagai upacara agama[36]. Sementara remaja berada pada tahap perkembangan ini, siap untuk melaukan komitmen yang lebih serius, meskipun keyakinan yang dimilikinya sebelumnya merupakan sesuatu yang membosankan. Remaja berkeiginan yang kuat untuk mengintegrasikan iman kedalam sistem hidupnya dan membuat perjanjian dengan Allah[37]. Penyesuaian diri anak remaja dengan Allah adalah hal terpenting, sebab sikap seorang anak secara rohani sangat mempengaruhi kehidupannya.
Bagi remaja Kristen tidaklah cukup dilihat hanya dari ciri-ciri remaja yang dewasa dalam arti psikologis. Pusat hidup orang kristen adalah Yesus Kristus. Orang yang berpusat pada Kristus ditandai oleh tampaknya nilai-nilai kekristenan dalam dirinya.  Pada usia Remaja Allah dipahami sebagi penegak hukum-hukum alam. Ia dipandang menaruh perhatian terhadap orang-orang dan tidak hanya sekedar menghakimi, remaja menyadari bahwa Allah lebih dari sekedar pengalamn sensorik; perjumpaan dengan Allah bersifat internal dan mental bukan bersifat ekternal. Remaja secara khas merasa tidak layak dihadapan Allah dan mungkin menyadari bahwa ketika Allah tidak adil hal itu karena manusia tidak melihat gambarnya secara utuh[38].
Shelton S.J. dalam bukunya “Adolescent Spirituality Pastoral ministry for High School and College youth” menyebutkan ada tujuh ciri manusia Kristen yang dewasa, yang sudah dapat dihayati pada masa remaja yaitu berpusat pada Kristus, memiliki tanggung jawab sebagai orang Kristen, hidup doa, kepedulian terhadap orang lain, keterbukaan, penerimaan diri, dan kemampuan melihat rahmat Tuhan dalam dirinya[39]. Ketujuh hal diatas perlu dijelaskan sebagai berikut:
 Berpusat pada Kristus: Ciri khas remaja yang dewasa adalah berkembang dan mendalamnya relasi dengan Yesus Kristus. Hubungan pribadi tersebut nampak apabila remaja tersebut mampu menerima Yesus sebagai Tuhan, Pembimbing, dan Sahabat dalam menentukan keputusan-keputusan penting dalam hidup mereka serta bila menghadapi masalah hidup.
 Tanggungjawab sebagai orang Kristen: Hubungan pribadi dengan Kristus tidak cukup hanya pada pengakuan iman atau kesalehan lahiriah. Tetapi perlu diwujudkan dalam tanggungjawab menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Kristiani dalam hidup sehari-hari, seperti keadilan, kejujuran dan cinta kasih.
 Hidup doa: Kedewasaan kaum muda, yang didasarkan pada pengalaman personal dengan Yesus dan tanggungjawab terhadap nilai-nilai kristiani, akan terdukung dan terpupuk dengan semakin tumbuhnya pengalaman doa dari kaum muda itu sendiri. Dengan pengalaman doa ini kaum muda akan semakin menemukan makna dari kehadiran Yesus dalam hidup mereka. Relasi pribadi ini akan mendorong kaum muda untuk semakin peka dan terbuka terhadap suara Tuhan yang memanggil mereka.
Kepedulian terhadap orang lain: Tumbuhnya relasi personal dengan Yesus, terbentuknya nilai-nilai kristiani, dan pengalaman hidup doa berkaitan erat dengan perkembangan keterbukaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Pertemuan dan persatuan dengan Kristus dialami melalui pertemuan dan pelayanan terhadap sesama manusia. Semakin dewasa seseorang, semakin besar perhatian dan semangat pengorbanannya terhadap orang lain.
Keterbukaan: Remaja yang dewasa dicirikan oleh berkembangnya sikap terbuka terhadap orang lain, pengalaman, gagasan-gagasan dan masalah-masalah baru. Mereka melihat bahwa semua hal itu menolong mereka untuk mengenal dan mengerti dirinya sendiri. Selanjutnya, pengenalan diri tersebut akan mendorong seseorang untuk berpikir lebih kritis terhadap dirinya serta mempertanyakan dirinya lebih mendalam tentang arti dan makna hidupnya.
Penerimaan diri: Remaja yang dewasa berkembang juga dalam penerimaan diri. Mereka tahu akan kemampuan-kemampuan dan keterbatasan-keterbatasan dirinya. Pengenalan diri itu membuat mereka bersikap realis dalam melihat masa depan, dan dalam mengungkapkan diri secara benar dan dalam menghadapi tantangan hidup secara seimbang. Remaja yang dewasa juga ditandai oleh perkembangan pengertiaannya bahwa perkembangan pribadi (meliputi segi jasmani, intelektual, emosional, sosial dan spiritual) merupakan proses sepanjang hidup yang menuntut kejujuran dan kerendahan hati, bimbingan dan nasihat dari orang lain.
Kemampuan melihat kasih Tuhan dalam diri: Remaja yang dewasa berkembangnya juga kemampuannya untuk melihat cinta Tuhan sebagai sebuah kasih karunia dalam hidup mereka. Mereka mampu melihat bahwa talenta dan relasi personal yang mereka miliki merupakan kasih karunia Tuhan, bahkan hidup mereka sendiripun adalah kasih karunia dari Tuhan.



Ditulis oleh Supriadi Siburian S.Th


[1]Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja  (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 2.

[2]Santrock, Adolescence,  26.

[4]Santrock, Adolescence, 31.
[5] W. Stanley Heath, Psikologi yang Sebenarnya (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1997), 116.

[6]Sari Yuanita, Fonema dan Tantangan Remaja Menjelang Dewasa (Yogyakarta: Brilliant Book, 2011), 10
[7]Sarwono, Psikologi Remaja, 18-19.

[8] Andi Mappiare, Psikologi Remaja  (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 27.               

[9]Santrock, Adolescence, 49 .

[10]F.J. Monks, A.M.P. Knoers dan Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), 220.

[11]Singih D. Gunarsa dan Ny. Yulia Singih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 128.

[12]Surbakti, Konseling Praktis, 286.
[13]Soesilowindradini, Psikologi Perkembangan Masa remaja, ( Surabaya: Usaha Nasional, t.t.), 136

[14]Monk, Psikologi Perkembangan , 222
[15]Singgih, 118

[16]Renti Panjaitan, Solusi seks Bebas, (Yogjakarta: Randa’s Family Press, 2007), 8

[17]Y. Bangbang Mulyono, Kenakalan remaja, (Yogjakarta: ANDI Offset, 1986), 13-14.

[18]Elisa, Konseling Praktis,  288
[19]Anton Suban Kleden, Relasi  Orang Tua-Remaja Suatu tantangan, Mawas Diri Agustus 1991, 40

[20]Ach Syaifullah, Tips Bisa Percaya diri, Yogyakarta: Garailmu, 2010), 120

[21]J.Omar Brubaker dan Robert E. Clerk, Memahami sesama Kita, (Malang: Gandum Mas,.. ), 79

[22]Wining rohani, Tibs Hidup enjoy di masa Remaja, (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2005), 77.
[23]Ibid.,78

[24]Sari, Fonema dan Tantangan Remaja Menjelang Dewasa , 158

[25] Ibid., 143
[26]Soesilowindradini, Psikologi Perkembangan Masa remaja, 183.

[27]Mulyono, Kenakalan remaja, 21

[27]Elisa, Konseling Praktis,  288
[28]Soesilowindradini, Psikologi Perkembangan Masa remaja, 183

[29]Sari, Fonema dan Tantangan Remaja Menjelang Dewasa, 31

[30]Santrock, Adolescence,  473

[31]Ibid., 474

[33]Santrock, Adolescence, 473

[34]Hurlock, Psikologi Perkembangan, 222

[35]Soesilowindradini, Psikologi Perkembangan Masa remaja, 191  191
[36]Hurlock, Psikologi Perkembangan, 222

[37]Paul D,, Meierd, dan lainnya, Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen Jil I, 107

[38]Ibid., 103