Jumat, 14 Desember 2012

Supriadi Siburian, tantang Immanuel kant


Tokoh Immanul Kant.
Dalam pembahasan ini kan membahas tentang biografi Immanuel Kant, pengerian filsafat menurut Immanul kant, pandangan-pandangan, serta tanggapan terhadap Immanuel kant. 

Biografi Immanuel Kant
Immanuel Kant adalah filsuf kelahiran Jerman, tepatnya di Königsberg, sebuah kota kecil di Prusia Timur 22 April 1724 dan meninggal di Königsber, 12 februari 1804 pada usia 79 tahun. Orang tuanya bernama Johann Georg Kant dan Anna Regina Kant. Ibunya meninggal saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun. Keluarga Kant penganut agama Pietisme, yaitu agama di Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada kesalehan pribadi, pengalaman religius dan studi kitab suci.
Pada tahun 1732 Pendidikan ditempuh Kant di Saint George's Hospital School, kemudian dilanjutkan ke Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietisme. Disinilah kecerdasan yang luar biasa dan keiginan untuk terus belajar mulai terganggu akibat terlalu banyak nasihat-nasihat religious yang dia dengar.
Pada tahun 1742 (usia 18 tahun), Kant memasuki universitas Koinsberg sebagai mahasiswa teologi. Tetapi Kant menjadi sangat bosan dengan teologi, dan menunjukan minatnya pada matematika dan fisika. Awal ketertarikannya pada matemaika dan fisika ketika dia membaca buku newton hingga terbukalah matanya pada ilmu pengetahuan dan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan yang diungkapkan dalam buku newton, mulai dari astronomi hingga zoology (ilmu Alam). Kant juga membaca karya Leizbin, dari sini Kant memandang peran kemanusiaan yang tidak semata-mata di dalam alam belaka, melainkan jauh dari itu, kemanusiaan berperan melampaui apa yang menjadi tujuan utama dari alam semesta. Selanjutnya ia membaca karya-karya David Hume, seorang filsuf dari Skotlandia. Kant sangat terkesan pada kekukuhan David Hume yang mempercayai bahwa pengalaman adalah basis bagi semua pengetahuan. 
Pada tahun 1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen di Universitas Königsberg, Kant memberikan kuliah di bidang matematika dan fisika, serta mempublikasikan beberapa naskah ilmiah dengan berbagai macam topik. Mata kuliah itu dibinanya lebih dari 40 tahun, bahkan disamping mata kuliah itu, ia juga memberikan mata kuliah lain, diantaranya: geografi, antropolgi, teologi, dan filsafat moral.
Tahun 1770 Kant terpilih menjadi profesor ilmu logika dan metafisika di Königsberg,  jabatan itu dipegangnya sampai ia meninggal. Sejak tahun 1766 ia menjadi asisten perpustakaan.

Pengertian Filsafat Menurut Immanuel Kant.
Imanuel Kant  mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. MenurutKant ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apayang dapat manusia ketahui? (metafisika), apayang seharusnya diketahui manusia?(etika), sampai dimana harapan manusia ( agama) dan apakah manusia itu? (antropologi). Defenisi Filsafat ini mempengaruhi semua pemikiran Imamuel Kant. Dalam peper ini akan membahas pemikiran Immanuel Kant tentang pengetahuan (metafisika), Moral dan Etika (Etika), Manusia , Agama dan Tuhan. 

Pemikiran Immanuel Kant tentang Moral
Menurut Imamnuel kant  moralitas (Moralitat/Sittlichkeit) adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah, yakni apa yang di pandang sebagai kewajiban. Moralitas akan tercapai apabila mentaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan atau lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum, melainkan menyadari sendiri bahwa hukum itu merupakan kewajiban.
Kant menegaskan – dibawah label ”imperatif kategoris” bahwa moralitas adalah hal keyakinan dan sikap batin, dan bukan sekadar hal penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara agama atau adat istiadat. Secara sederhana Kant memastikan bahwa kriteria mutu moral seseorang adalah kesetiannya terhadap suara hatinya sendiri.
Kant memulai suatu pemikiran baru dalam bidang etika dimana ia melihat tindakan manusia absah secara moral apabila tindakan tersebut dilakukan berdasarkan kewajiban (duty) dan bukan akibat. MenurutKant, tindakan yang terkesan baik bisa bergeser secara moral apabila dilakukan bukan berdasarkan rasa kewajiban melainkan pamrih yang dihasilkan. Perbuatan dinilai baik apabila dia dilakukan semata-mata karena hormat terhadap hukum moral, yaitu kewajiban. Kant membedakan antara imperatif kategoris (bersifat langsung) dan imperatif hipotetis (bersifat dugaan) sebagai dua perintah moral yang berbeda.
Imperatif kategoris merupakan perintah tak bersyarat yang mewajibkan begitu saja suatu tindakan moral sedangkan imperatif hipotesis selalu mengikut sertakan struktur “jika.. maka..”.
Kant menganggap imperatif hipotetis lemah secara moral karena yang baik direduksi pada akibatnya saja sehingga manusia sebagai pelaku moral tidak otonom (manusia bertindak semata-mata berdasarkan akibat perbuatannya saja). Otonomi manusia hanya dimungkinkan apabila manusia bertindak sesuai dengan imperatif kategoris yang mewajibkan tanpa syarat apapun. Perintah yang berbunyi “lakukanlah”. Imperatif kategoris menjiwai semua perbuatan moral seperti janji harus ditepati, barang pinjaman harus dikembalikan dan lain sebagainya.
Imperatif kategoris bersifat otonom(manusia menentukan dirinya sendiri) sedangkan imperati hipotetis bersifat heteronom(manusia membiarkan diri ditentukan oleh faktor dari luar seperti kecenderungan dan emosi). 
Kriteria kewajiban moral menurut Kant, landasan epistemologinya bahwa tindakan moral manusia merupakan apriori akal budi praktis murni yang mana sesuatu yang menjadi kewajiban kita tidak didasarkan pada realitas empiris, tidak  berdasarkan perasaan, isi atau tujuan dari tindakan. Kriteria kewajiban moral ini menurut Kant adalah Imperatif Kategoris. Perintah Mutlak demikian istilah lain dari Imperatif Kategoris, ia berlaku umum selalu dan dimana-mana, bersifat universal dan tidak  berhubungan dengan tujuan yang mau dicapai. Dalam arti ini perintah yang dimaksudkan adalah perintah yang rasional yang merupakan keharusan obyektif, bukan sesuatu yang berlawanan dengan kodrat manusia, misalnya “kamu wajib terbang !”, bukan juga paksaan, melainkan melewati pertimbangan yang membuat kita menaatinya.

Pemikiran Kant  tantang Etika (Deontologi)
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis yaitu Deontologis dan Teologis. Teori Deontologis dihasilkan oleh pemikiran Immanuel Kant. Deontologi berasal dari kata Deon (Yunani) yang berarti kewajiban. Menurut teori ini perbuatan adalah baik jika dilakukan berdasarkan “imperatif kategoris” (perintah tak bersyarat). Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban dan tujuan yang baik tidak menjadikan perbuatan itu baik.
Etika Immanuel Kant diawali dengan pernyataan bahwa satu-satunya hal baik yang tak terbatasi dan tanpa pengecualian adalah “kehendak baik”. Sejauh orang berkehendak baik maka orang itu baik, penilaian bahwa sesorang itu baik sama sekali tidak tergantung pada hal-hal diluar dirinya, tak ada yang baik dalam dirinya sendiri kecuali kehendak baik. Wujud dari kehendak baik yang dimiliki seseorang adalah bahwa ia mau menjalankan Kewajiban. Setiap tindakan yang kita lakukan adalah untuk menjalankan kewajiban sebagai hukum batin yang di taati, tindakan itulah yang mencapai moralitas.
Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari perilaku. Kemauan baik adalah syarat mutlak untuk bertindak secara moral. Tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan kewajiban melainkan juga yang dijalankan demi kewajiban.
Kewajiban menurutnya adalah keharusan tindakan demi hormat terhadap hukum, tidak peduli apakah itu membuat kita nyaman atau tidak, senang atau tidak, cocok atau tidak, pokoknya aku wajib menaatinya. Ketaatan ini muncul dari sikap batin yang merupakan wujud dari kehendak baik yang ada didalam diri.
Tiga prinsip yang harus dipenuhi :pertama,  Supaya suatu tindakan mempunyai nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban. Kedua, Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu (walaupun tujuannya tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik). Ketiga, Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip itu, kewajiban adalah hal tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya, Pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya.Kedua, Ia memenuhi kewajibannya karena ia terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, Ia memenuhi kewajibannya kerena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya.

Pemikiran Immanuel Kant tantang Pengatahuan.
Menurut Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman, bahkan tidak bergantung pada indera, yang kebenarannya a priori. Kant memulainya dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya seluruh benda dan indera dibuang. Seandainya tidak ada benda dan tidak ada alat pengindiera, apakah ada sesuatu yang dapat kita ketahui?.
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman akal budi (rasio). Pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra kita kemudian diolah oleh pemahaman rasio kita dan menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya pengetahuan manusia selalui bersifat apriori dan aposteriori secara bersamaan. Tanpa pengalaman indrawi maka pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi tanpa pemahaman rasio pun pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan panca indra belaka yang tidak akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur yang menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan.
Pengetahuan bermula dari pengalaman pancaindra yang kemudian diolah oleh pemahaman rasio untuk menghasilkan sebuah pengetahuan yang menyeluruh dan teratur. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu yang tidak bisa dialami oleh pancaindra tidak bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi hanya sebagai sebuah hipotesis belaka.
Menurutnya, proses pengetahuan melalui tiga tahap yakni, pertama,  Pengetahuan inderawi: segala data pada awalnya masuk melalui indera kita (aposteriori/pengalaman iderawi).  Kedua, Verstand merupakan bagaian akal sederhana (apriori) yang lebih dominan. Ketiaga, Vernumft merupakan bagian akal yang lebih canggih (apriori) yang lebih dominan
Pengetahuan ada tiga macam yaitu pertama, Pengetahuan analitis apriori (statement yang berupa definisi tentang subjek): pengetahuan yang hanya menganalisis tentang subjek. Kedua, Pengetahuan sintetis aposteriori: ada unsur baru yang ditempelkan pada subjek berdasarkan pengalaman dengan subjek. Ketiga, Pengetahuan sintetis apriori: pengetahuan yang lekat dengan Matematika, sehingga ada unsur-unsur baru tetapi hanya merupakan hasil kalkulasi angka-angka matematis. Karena itu, Metafisika bisa digolongkan sebagai pengetahuan jenis ketiga ini.

Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan.
Meskipun Kant lebih dikenal sebagai filsuf yang berkecimpung dalam bidang epistemologi dan etika, tetapi kajian tentang Tuhan pun tak luput dari penelaahannya. Dalam bidang keagamaan atau Teologi, Kant menolak bukti-bukti “onto-teologis” adanya Tuhan. Artinya, menurutnya, Tuhan itu, statusnya bukan “objek” inderawi, melainkan apriori yang terletak pada lapisan ketiga (budi tertinggi) dan berupa “postulat.”
Immanuel Kant  berargumentasi bahwa konsep seseorang tentang Allah harus berasal dari penalaran; oleh karena itu, ia menyerang bukti-bukti tentang keberadaan Allah, dengan menyangkali keabsahannya. Kant berpendapat bahwa tidak dapat ada terpisah pengalaman yang dapat dibuktikan melalui pengujian. Dalam hal ini, Kant mengkombinasikan rasionalisme (kebertumpuan pada penalaran manusia) dan empirisme (pembuktian sesuatu berdasar metode ilmiah).
Bagi Kant, Tuhan bukanlah soal teoretis, melainkan soal praksis, soal moral, soal totalitas pengalaman, dan arti atau makna hidup terdalam (ini dampak positifnya). Dampak negatifnya adalah bahwa sebagai “postulat’ (penjamin) moralitas, Tuhan adalah konsekuensi moralitas, maka moralitas merupakan dasar keberadaan Tuhan. Karena itu, muncul tendensi pada Kant untuk meletakkan agama hanya pada tataran moralitas semata atau perkara horizontal saja (hubungan antar manusia saja atau soal perilaku di dunia ini saja). Konsekuensinya, agamanya Kant, tidak memerlukan Credo.
Kant menyatakan bahwa memang tuhan hanya bisa didekati melalui iman dan iman itu dilandasi oleh hukum moral. Hukum moral mewajibkan kita untuk selalu melakukan kebaikan. Tetapi hukum moral ini mensyaratkan 3 hal utama, yaitu: kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan.
Kewajiban tentu mengandaikan kebebasan. Kita bebas untuk tidak menjalankan hukum moral untuk melakukan kebaikan. Maka kemudian hukum moral menjadi wajib. Kebaikan menjadi wajib dilakukan. Apabila tidak ada kebebasan maka tidak akan ada kewajiban. Karena manusia bebas untuk melakukan atau tidak melakukan kebaikan maka kemudian muncul kewajiban untuk melakukan kebaikan.
Syarat yang kedua adalah keabadian jiwa. Hukum moral bertujuan untuk mencapai kebaikan tertinggi (summum bonum). Kebaikan tertinggi ini mengandung elemen keutamaan dan kebahagiaan. Orang dinyatakan memiliki keutamaan apabila perbuatannya sesuai dengan hukum moral. Dari keutamaan inilah kemudian muncul kebahagiaan.
Tetapi menurut Kant, manusia itu tidak akan selalu mencapai kondisi keutamaan. Tidak akan pernah manusia mencapai kesesuaian kehendak dengan hukum moral. Karena apabila manusia bisa mencapai kesesuaian ini tanpa putus maka itu adalah kesucian dan tidak ada manusia yang akan pernah mencapai kesucian mutlak. Manusia hanya akan selalu berusaha untuk mencapai kesucian itu, dan itu adalah perjuangan tanpa akhir. Karena egoisme dan sifat dasar manusia lainnya, maka perjuangan mencapai kesucian itu adalah perjuangan tanpa akhir. Oleh sebab itu, keutamaan yang menjadi elemen kebaikan tertinggi yang menurpakan tujuan akhir dari hukum moral tidak akan pernah bisa direalisasikan selama manusia hidup. Dengan kata lain kondisi ideal dimana terjadi kesesuaian antara kehendak dan hukum moral adalah jika manusia sudah tidak memiliki kehendak (mati), tetapi apabila setelah mati tidak ada kehidupan maka kondisi ideal itu juga tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, maka hukum moral mengandaikan bahwa jiwa itu abadi. Bahkan setelah raga ini mati jiwa akan selalu abadi untuk mencapai kondisi ideal berupa kebaikan tertinggi.
Syarat yang ketiga adalah keberadaan tuhan. Telah dijelaskan bahwa kebaikan tertinggi atau summum bonum memiliki elemen keutamaan dan kebahagaiaan. Keutamaan adalah kesesuaian antara kehendak dengan hukum moral dan dari keutamaan inilah muncul kebahagiaan. Kebahagiaan sendiri adalah kondisi di mana realitas manusia sesuai dengan keinginan dan kehendaknya. Tapi hal itu tidaklah mungkin karena manusia bukan yang mahapengatur yang bisa mengharmoniskan dunia fisik sesuai dengan kehendak dan keinginannya. Tapi justru itulah yang diandaikan apabila kita memiliki keutamaan. Kebahagiaan diandaikan sebagai sintesis dari dunia fisik, kehendak, dan keinginan. Realitas inilah yang kemudian disebut tuhan. Tuhan adalah penyebab tertinggi alam sejauh alam itu diandaikan untuk kebaikan tertinggi atau tuhan adalah pencipta alam fisik yang sesuai dengan kehendak dan keinginan-Nya.
Apabila kita bertindak sesuai hukum moral maka akan membawa kita pada keutamaan dan keutamaan akan membawa kita pada kebahagiaan dan kebahagiaan adalah kondisi di mana terdapat kesesuaian antara alam fisik dengan kehendak dan keinginan. Dan yang memiliki kesesuaian ketiga elemen ini adalah tuhan. Maka, dengan berbuat baik kita akan sampai pada realitas keberadaan tuhan. Artinya hukum moral mengandaikan keberadaan tuhan.
Jika 3 syarat (kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan) ini tidak diandaikan keberadaanya, maka runtuhlah sistem moral. Padalah sistem moral itu selalu ada. Kebaikan selalu ada dan manusia selalu mencoba mewujudkan kebaikan tersebut.

Pandangan Imamuel Kant tantang Manusia
Kant mengatakan bahwa hanya manusialah tujuan pada dirinya, dan bukan semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan sewenangwenang. Di dalam segala tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun kepada orang
lain, manusia harus dipandang serentak sebagai tujuan.
Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas. Dan melalui perasaan (sentiment) manusia menempatkan realitas dalam hubungannya dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta memahami semuanya secara inheren sebagai yang memiliki tendensi kepada kesatuan (unity).

Tanggapan
Ø  Imanuel Kant hanya memikirkan duniawi dan tidak tidak memikirkan kekalan. Sehingga semua teori yang dibangun untuk kepentingan Manusia semata dan dia tidak membuatuhkan Tuhan.
Ø  Tanggapan mengenai Etika dan Moral. Dalam pemikiran Kant tentang etika dan moral kami kurang setuju karena semua pandangan nya tertuju kepada Manusia, dan tergantung dirinya sendiri. dimana manusialah yang harus dijadikan dasar penentuan moralitas itu sendiri. Jadi jika seseorang memandang itu baik maka dia wajib melakukannya. Sehinga kebenaran yang berlaku ada kebenaran yang berdasarkan pemikiran Manusia yang bersifat individu. Sedangkan bagi orang percaya kebenaran yang menjadi landasan etika dan moral adalah Firman Tuhan yang ada di Alkitab. Etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang baik yang ada di dalam Alkitab.
Ø  Tanggapan mengaia Manusia. Kami tidak setuju dengan pandangan kant karena Manusia bertujuan untuk diri sendiri dan tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Menurut kami tindakan dan perbuatan kita semuanya untuk kemulian Tuhan bukan untuk diri sendiri. Karena manusia diciptkan untuk kemuliaan-Nya. Tuhan ingin manusia yang dibentuk menurut gambar dan rupa-Nya dapat bersekutu dengan-Nya dan memuliakan-Nya Nya (Yes 43:7, Ef. 1:11-12, 1Kor 10:31).  Hal ini juga ditandaskan oleh Calvin yang berkata bahwa, ‘Manusia tidak akan pernah mencapai pengetahuan jelas akan dirinya kecuali jika ia sebelumnya melihat wajah Tuhan, kemudian beranjak dari memandang Dia dan mulai meneliti dirinya sendiri.’ Dengan kata lain, manusia tidak akan menemukan jati dirinya jika ia terpisah dari Penciptanya. Hanya di dalam persekutuan dengan Penciptanya lah manusia menemukan arti dan tujuan hidupnya. 
Ø  Tanggapan tantang Tuhan dan agama.  Kant menyangkali bukti-bukti dari eksistensi Allah, dan mempertahankan bahwa manusia hanya dapat mengetahui Allah melalui penalaran atau pikiran, Pendekatan ini merupakan hasil dari Pencerahan, yang memandang tradisi dan otoritas Alkitab dengan kecurigaan dan mengklaim jasa dari penalaran. Sedangkan pengatahuan akan Allah dapat diketahui dari sumbernya yaitu Allah sendiri melalui firman Tuhan yang tertulis (Alkitab) yang disebut wahyu Khusus (Bil 12:6-8; Ibr 1:1; 2Pet 1:21),  Wahyu Umum (Maz 19:1, 2; Rom 1:19, 20; 2:14, 15) Sarana Penyataan Umum: sejarah, alam semesta dan hati nurani, melalui hubungan kita dengan Tuhan,  dan pertumbuhan iman kita.

Penulis: Supriadi Siburian, S.Th 
sumber:  berbagai sumber dari Internet.
semoga Informasi dan tulisan ini dapat berguna dan membantu. 
Tuhan Yesus Memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar