Tokoh Immanul Kant.
Dalam pembahasan ini
kan membahas tentang biografi Immanuel Kant, pengerian filsafat menurut Immanul
kant, pandangan-pandangan, serta tanggapan terhadap Immanuel kant.
Biografi Immanuel Kant
Immanuel Kant adalah filsuf kelahiran Jerman, tepatnya
di Königsberg, sebuah kota kecil di Prusia Timur 22 April 1724 dan meninggal di
Königsber, 12 februari 1804 pada usia 79 tahun. Orang tuanya bernama Johann
Georg Kant dan Anna Regina Kant. Ibunya meninggal saat Kant berumur 13 tahun,
sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun. Keluarga
Kant penganut agama Pietisme, yaitu agama di Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada kesalehan
pribadi, pengalaman religius dan studi kitab suci.
Pada tahun 1732 Pendidikan ditempuh Kant di Saint
George's Hospital School, kemudian dilanjutkan ke Collegium Fredericianum,
sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietisme. Disinilah kecerdasan yang luar biasa dan
keiginan untuk terus belajar mulai terganggu akibat terlalu banyak
nasihat-nasihat religious yang dia dengar.
Pada tahun 1742 (usia 18 tahun), Kant memasuki universitas Koinsberg sebagai mahasiswa
teologi. Tetapi Kant menjadi sangat bosan dengan teologi, dan menunjukan
minatnya pada matematika dan fisika. Awal ketertarikannya pada matemaika dan
fisika ketika dia membaca buku newton hingga terbukalah matanya pada ilmu
pengetahuan dan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan yang diungkapkan dalam buku
newton, mulai dari astronomi hingga zoology (ilmu Alam). Kant juga membaca
karya Leizbin, dari sini Kant memandang peran kemanusiaan yang tidak semata-mata
di dalam alam belaka, melainkan jauh dari itu, kemanusiaan berperan melampaui
apa yang menjadi tujuan utama dari alam semesta. Selanjutnya ia membaca
karya-karya David Hume, seorang filsuf dari Skotlandia. Kant sangat terkesan
pada kekukuhan David Hume yang mempercayai bahwa pengalaman adalah basis bagi
semua pengetahuan.
Pada tahun 1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen di
Universitas Königsberg, Kant
memberikan kuliah di bidang matematika dan fisika, serta mempublikasikan beberapa naskah ilmiah dengan berbagai
macam topik. Mata kuliah itu dibinanya lebih dari 40 tahun, bahkan
disamping mata kuliah itu, ia juga memberikan mata kuliah lain, diantaranya:
geografi, antropolgi, teologi, dan filsafat moral.
Tahun 1770 Kant terpilih menjadi profesor ilmu logika
dan metafisika di Königsberg, jabatan itu dipegangnya sampai ia
meninggal. Sejak tahun 1766 ia menjadi asisten perpustakaan.
Pengertian
Filsafat Menurut Immanuel Kant.
Imanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan.
MenurutKant ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apayang dapat
manusia ketahui? (metafisika), apayang seharusnya diketahui manusia?(etika),
sampai dimana harapan manusia ( agama) dan apakah manusia itu? (antropologi).
Defenisi Filsafat ini mempengaruhi semua pemikiran Imamuel Kant. Dalam peper
ini akan membahas pemikiran Immanuel Kant tentang pengetahuan (metafisika),
Moral dan Etika (Etika), Manusia , Agama dan Tuhan.
Pemikiran Immanuel Kant tentang Moral
Menurut Imamnuel kant moralitas (Moralitat/Sittlichkeit)
adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah, yakni
apa yang di pandang sebagai kewajiban. Moralitas akan tercapai apabila mentaati
hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan atau
lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum, melainkan menyadari sendiri bahwa
hukum itu merupakan kewajiban.
Kant
menegaskan – dibawah label ”imperatif kategoris” bahwa moralitas adalah
hal keyakinan dan sikap batin, dan bukan sekadar hal penyesuaian dengan aturan
dari luar, entah itu aturan hukum negara agama atau adat istiadat. Secara
sederhana Kant memastikan bahwa kriteria mutu moral seseorang adalah
kesetiannya terhadap suara hatinya sendiri.
Kant memulai suatu pemikiran baru dalam bidang
etika dimana ia melihat tindakan manusia absah secara moral apabila tindakan
tersebut dilakukan berdasarkan kewajiban (duty) dan bukan akibat. MenurutKant,
tindakan yang terkesan baik bisa bergeser secara moral apabila dilakukan
bukan berdasarkan rasa kewajiban melainkan pamrih yang dihasilkan.
Perbuatan dinilai baik apabila dia dilakukan semata-mata karena hormat
terhadap hukum moral, yaitu kewajiban. Kant membedakan antara imperatif
kategoris (bersifat langsung) dan imperatif hipotetis (bersifat dugaan) sebagai
dua perintah moral yang berbeda.
Imperatif kategoris
merupakan perintah tak bersyarat yang mewajibkan begitu saja suatu tindakan moral sedangkan imperatif
hipotesis selalu mengikut sertakan struktur “jika.. maka..”.
Kant menganggap imperatif hipotetis lemah
secara moral karena yang baik direduksi pada akibatnya saja sehingga
manusia sebagai pelaku moral tidak otonom (manusia bertindak semata-mata
berdasarkan akibat perbuatannya saja). Otonomi manusia hanya dimungkinkan
apabila manusia bertindak sesuai dengan imperatif kategoris yang mewajibkan
tanpa syarat apapun. Perintah yang berbunyi “lakukanlah”. Imperatif kategoris
menjiwai semua perbuatan moral seperti janji harus ditepati,
barang pinjaman harus dikembalikan dan lain sebagainya.
Imperatif kategoris bersifat otonom(manusia
menentukan dirinya sendiri) sedangkan imperati hipotetis bersifat
heteronom(manusia membiarkan diri ditentukan oleh faktor dari luar seperti
kecenderungan dan emosi).
Kriteria kewajiban moral menurut Kant,
landasan epistemologinya bahwa tindakan moral manusia merupakan apriori
akal budi praktis murni yang mana sesuatu yang menjadi kewajiban kita tidak
didasarkan pada realitas empiris, tidak berdasarkan perasaan, isi
atau tujuan dari tindakan. Kriteria kewajiban moral ini menurut Kant adalah
Imperatif Kategoris. Perintah Mutlak demikian istilah lain dari
Imperatif Kategoris, ia berlaku umum selalu dan dimana-mana, bersifat
universal dan tidak berhubungan dengan tujuan yang mau dicapai. Dalam arti
ini perintah yang dimaksudkan adalah
perintah yang rasional yang merupakan keharusan obyektif, bukan sesuatu yang berlawanan dengan kodrat manusia,
misalnya “kamu wajib terbang !”, bukan juga paksaan, melainkan melewati
pertimbangan yang membuat kita menaatinya.
Pemikiran Kant tantang Etika (Deontologi)
Etika
disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos
(Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin)
yang artinya kebiasaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan
manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral
atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis yaitu Deontologis dan Teologis. Teori Deontologis dihasilkan oleh pemikiran Immanuel Kant. Deontologi berasal dari kata Deon (Yunani) yang berarti kewajiban. Menurut teori ini perbuatan adalah baik jika dilakukan berdasarkan “imperatif kategoris” (perintah tak bersyarat). Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban dan tujuan yang baik tidak menjadikan perbuatan itu baik.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis yaitu Deontologis dan Teologis. Teori Deontologis dihasilkan oleh pemikiran Immanuel Kant. Deontologi berasal dari kata Deon (Yunani) yang berarti kewajiban. Menurut teori ini perbuatan adalah baik jika dilakukan berdasarkan “imperatif kategoris” (perintah tak bersyarat). Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban dan tujuan yang baik tidak menjadikan perbuatan itu baik.
Etika Immanuel Kant diawali dengan pernyataan bahwa satu-satunya
hal baik yang tak terbatasi dan tanpa pengecualian adalah “kehendak baik”.
Sejauh orang berkehendak baik maka orang itu baik, penilaian bahwa
sesorang itu baik sama sekali tidak tergantung pada hal-hal diluar dirinya, tak
ada yang baik dalam dirinya sendiri kecuali kehendak baik. Wujud dari kehendak
baik yang dimiliki seseorang adalah bahwa ia mau menjalankan Kewajiban. Setiap tindakan yang kita lakukan adalah
untuk menjalankan kewajiban sebagai hukum batin yang di taati, tindakan
itulah yang mencapai moralitas.
Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak
yang kuat dari perilaku. Kemauan baik adalah syarat mutlak untuk bertindak
secara moral. Tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan
kewajiban melainkan juga yang dijalankan demi kewajiban.
Kewajiban menurutnya adalah keharusan tindakan demi hormat terhadap
hukum, tidak peduli apakah itu membuat kita nyaman atau tidak, senang atau
tidak, cocok atau tidak, pokoknya aku wajib menaatinya. Ketaatan
ini muncul dari sikap batin yang merupakan wujud dari kehendak baik yang
ada didalam diri.
Tiga prinsip yang harus dipenuhi
:pertama, Supaya suatu tindakan
mempunyai nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
Kedua, Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan
dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan itu (walaupun tujuannya tidak tercapai,
tindakan itu sudah dinilai baik). Ketiga, Sebagai konsekuensi dari kedua
prinsip itu, kewajiban adalah hal tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap
hormat pada hukum moral universal.
Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya,
Pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya.Kedua, Ia
memenuhi kewajibannya karena ia terdorong dari perasaan yang ada didalam
hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, Ia memenuhi kewajibannya kerena
kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya.
Pemikiran Immanuel Kant tantang Pengatahuan.
Menurut Kant,
pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh
pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila pengetahuan itu datang dari
luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman, bahkan tidak
bergantung pada indera, yang kebenarannya a priori. Kant memulainya
dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya seluruh
benda dan indera dibuang. Seandainya tidak ada benda dan tidak ada alat
pengindiera, apakah ada sesuatu yang dapat kita ketahui?.
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua
sumber utama yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman akal budi (rasio).
Pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra kita kemudian diolah oleh
pemahaman rasio kita dan menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya pengetahuan
manusia selalui bersifat apriori dan aposteriori secara bersamaan. Tanpa
pengalaman indrawi maka pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi tanpa
pemahaman rasio pun pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan panca indra
belaka yang tidak akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur yang
menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan.
Pengetahuan bermula dari pengalaman pancaindra yang
kemudian diolah oleh pemahaman rasio untuk menghasilkan sebuah pengetahuan yang
menyeluruh dan teratur. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu yang tidak bisa
dialami oleh pancaindra tidak bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi
hanya sebagai sebuah hipotesis belaka.
Menurutnya, proses pengetahuan melalui tiga tahap
yakni, pertama, Pengetahuan inderawi:
segala data pada awalnya masuk melalui indera kita (aposteriori/pengalaman
iderawi). Kedua, Verstand merupakan
bagaian akal sederhana (apriori) yang lebih dominan. Ketiaga, Vernumft
merupakan bagian akal yang lebih canggih (apriori) yang lebih dominan
Pengetahuan ada tiga macam yaitu pertama, Pengetahuan
analitis apriori (statement yang berupa definisi tentang subjek): pengetahuan
yang hanya menganalisis tentang subjek. Kedua, Pengetahuan sintetis
aposteriori: ada unsur baru yang ditempelkan pada subjek berdasarkan pengalaman
dengan subjek. Ketiga, Pengetahuan sintetis apriori: pengetahuan yang lekat
dengan Matematika, sehingga ada unsur-unsur baru tetapi hanya merupakan hasil
kalkulasi angka-angka matematis. Karena itu, Metafisika bisa digolongkan
sebagai pengetahuan jenis ketiga ini.
Pemikiran
Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan.
Meskipun Kant lebih dikenal sebagai filsuf yang
berkecimpung dalam bidang epistemologi dan etika, tetapi kajian tentang Tuhan
pun tak luput dari penelaahannya. Dalam bidang keagamaan atau Teologi, Kant
menolak bukti-bukti “onto-teologis” adanya Tuhan. Artinya, menurutnya, Tuhan
itu, statusnya bukan “objek” inderawi, melainkan apriori yang terletak pada
lapisan ketiga (budi tertinggi) dan berupa “postulat.”
Immanuel Kant
berargumentasi bahwa konsep seseorang tentang Allah harus berasal dari
penalaran; oleh karena itu, ia menyerang bukti-bukti tentang keberadaan Allah,
dengan menyangkali keabsahannya. Kant berpendapat bahwa tidak dapat ada
terpisah pengalaman yang dapat dibuktikan melalui pengujian. Dalam hal ini,
Kant mengkombinasikan rasionalisme (kebertumpuan pada penalaran manusia) dan empirisme
(pembuktian sesuatu berdasar metode ilmiah).
Bagi Kant, Tuhan bukanlah soal teoretis,
melainkan soal praksis, soal moral, soal
totalitas pengalaman, dan arti atau makna hidup terdalam (ini dampak
positifnya). Dampak negatifnya adalah bahwa sebagai “postulat’ (penjamin) moralitas,
Tuhan adalah konsekuensi moralitas, maka moralitas merupakan dasar keberadaan
Tuhan. Karena itu, muncul tendensi pada Kant untuk meletakkan agama hanya pada
tataran moralitas semata atau perkara horizontal saja (hubungan antar manusia
saja atau soal perilaku di dunia ini saja). Konsekuensinya, agamanya Kant,
tidak memerlukan Credo.
Kant menyatakan bahwa memang tuhan hanya bisa
didekati melalui iman dan iman itu dilandasi oleh hukum moral. Hukum moral
mewajibkan kita untuk selalu melakukan kebaikan. Tetapi hukum moral ini
mensyaratkan 3 hal utama, yaitu: kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan
tuhan.
Kewajiban tentu mengandaikan kebebasan. Kita
bebas untuk tidak menjalankan hukum moral untuk melakukan kebaikan. Maka
kemudian hukum moral menjadi wajib. Kebaikan menjadi wajib dilakukan. Apabila
tidak ada kebebasan maka tidak akan ada kewajiban. Karena manusia bebas untuk
melakukan atau tidak melakukan kebaikan maka kemudian muncul kewajiban untuk
melakukan kebaikan.
Syarat yang kedua adalah keabadian jiwa. Hukum
moral bertujuan untuk mencapai kebaikan tertinggi (summum bonum). Kebaikan
tertinggi ini mengandung elemen keutamaan dan kebahagiaan. Orang dinyatakan
memiliki keutamaan apabila perbuatannya sesuai dengan hukum moral. Dari
keutamaan inilah kemudian muncul kebahagiaan.
Tetapi menurut Kant, manusia itu tidak akan
selalu mencapai kondisi keutamaan. Tidak akan pernah manusia mencapai
kesesuaian kehendak dengan hukum moral. Karena apabila manusia bisa mencapai
kesesuaian ini tanpa putus maka itu adalah kesucian dan tidak ada manusia yang
akan pernah mencapai kesucian mutlak. Manusia hanya akan selalu berusaha untuk
mencapai kesucian itu, dan itu adalah perjuangan tanpa akhir. Karena egoisme
dan sifat dasar manusia lainnya, maka perjuangan mencapai kesucian itu adalah
perjuangan tanpa akhir. Oleh sebab itu, keutamaan yang menjadi elemen kebaikan
tertinggi yang menurpakan tujuan akhir dari hukum moral tidak akan pernah bisa
direalisasikan selama manusia hidup. Dengan kata lain kondisi ideal dimana terjadi
kesesuaian antara kehendak dan hukum moral adalah jika manusia sudah tidak
memiliki kehendak (mati), tetapi apabila setelah mati tidak ada kehidupan maka
kondisi ideal itu juga tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, maka hukum moral
mengandaikan bahwa jiwa itu abadi. Bahkan setelah raga ini mati jiwa akan
selalu abadi untuk mencapai kondisi ideal berupa kebaikan tertinggi.
Syarat yang ketiga adalah keberadaan tuhan.
Telah dijelaskan bahwa kebaikan tertinggi atau summum bonum memiliki elemen
keutamaan dan kebahagaiaan. Keutamaan adalah kesesuaian antara kehendak dengan
hukum moral dan dari keutamaan inilah muncul kebahagiaan. Kebahagiaan sendiri
adalah kondisi di mana realitas manusia sesuai dengan keinginan dan
kehendaknya. Tapi hal itu tidaklah mungkin karena manusia bukan yang
mahapengatur yang bisa mengharmoniskan dunia fisik sesuai dengan kehendak dan
keinginannya. Tapi justru itulah yang diandaikan apabila kita memiliki
keutamaan. Kebahagiaan diandaikan sebagai sintesis dari dunia fisik, kehendak,
dan keinginan. Realitas inilah yang kemudian disebut tuhan. Tuhan adalah
penyebab tertinggi alam sejauh alam itu diandaikan untuk kebaikan tertinggi
atau tuhan adalah pencipta alam fisik yang sesuai dengan kehendak dan
keinginan-Nya.
Apabila kita bertindak sesuai hukum moral maka
akan membawa kita pada keutamaan dan keutamaan akan membawa kita pada
kebahagiaan dan kebahagiaan adalah kondisi di mana terdapat kesesuaian antara
alam fisik dengan kehendak dan keinginan. Dan yang memiliki kesesuaian ketiga
elemen ini adalah tuhan. Maka, dengan berbuat baik kita akan sampai pada
realitas keberadaan tuhan. Artinya hukum moral mengandaikan keberadaan tuhan.
Jika 3 syarat (kebebasan, keabadian jiwa, dan
keberadaan tuhan) ini tidak diandaikan keberadaanya, maka runtuhlah sistem
moral. Padalah sistem moral itu selalu ada. Kebaikan selalu ada dan manusia
selalu mencoba mewujudkan kebaikan tersebut.
Pandangan
Imamuel Kant tantang Manusia
Kant mengatakan bahwa hanya manusialah tujuan pada dirinya, dan bukan
semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan sewenangwenang. Di dalam
segala tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun
kepada orang
lain, manusia
harus dipandang serentak sebagai tujuan.
Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri.
Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman
(pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui
kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas. Dan melalui perasaan
(sentiment) manusia menempatkan realitas dalam hubungannya dengan tujuan
tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta memahami semuanya secara inheren
sebagai yang memiliki tendensi kepada kesatuan (unity).
Tanggapan
Ø Imanuel Kant hanya memikirkan duniawi dan
tidak tidak memikirkan kekalan. Sehingga semua teori yang dibangun untuk
kepentingan Manusia semata dan dia tidak membuatuhkan Tuhan.
Ø Tanggapan mengenai Etika dan Moral. Dalam pemikiran
Kant tentang etika dan moral kami kurang setuju karena semua pandangan nya
tertuju kepada Manusia, dan tergantung dirinya sendiri. dimana manusialah yang harus dijadikan dasar penentuan
moralitas itu sendiri. Jadi jika
seseorang memandang itu baik maka dia wajib melakukannya. Sehinga kebenaran
yang berlaku ada kebenaran yang berdasarkan pemikiran Manusia yang bersifat
individu. Sedangkan bagi orang percaya kebenaran yang menjadi landasan etika
dan moral adalah Firman Tuhan yang ada di Alkitab. Etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki
oleh Allah dan itulah yang baik yang ada di dalam Alkitab.
Ø Tanggapan mengaia Manusia. Kami tidak setuju
dengan pandangan kant karena Manusia bertujuan untuk diri sendiri dan tindakan
manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Menurut kami tindakan dan
perbuatan kita semuanya untuk kemulian Tuhan bukan untuk diri sendiri. Karena
manusia diciptkan untuk kemuliaan-Nya. Tuhan ingin manusia yang dibentuk
menurut gambar dan rupa-Nya dapat bersekutu dengan-Nya dan memuliakan-Nya
Nya (Yes 43:7, Ef. 1:11-12, 1Kor 10:31).
Hal ini juga ditandaskan oleh Calvin yang berkata bahwa, ‘Manusia tidak
akan pernah mencapai pengetahuan jelas akan dirinya kecuali jika ia sebelumnya
melihat wajah Tuhan, kemudian beranjak dari memandang Dia dan mulai meneliti
dirinya sendiri.’ Dengan kata lain, manusia tidak akan menemukan jati dirinya
jika ia terpisah dari Penciptanya. Hanya di dalam persekutuan dengan
Penciptanya lah manusia menemukan arti dan tujuan hidupnya.
Ø Tanggapan
tantang Tuhan dan agama. Kant
menyangkali bukti-bukti dari eksistensi Allah, dan mempertahankan bahwa manusia
hanya dapat mengetahui Allah melalui penalaran atau pikiran, Pendekatan ini
merupakan hasil dari Pencerahan, yang memandang tradisi dan otoritas Alkitab
dengan kecurigaan dan mengklaim jasa dari penalaran. Sedangkan pengatahuan akan
Allah dapat diketahui dari sumbernya yaitu Allah sendiri melalui firman Tuhan
yang tertulis (Alkitab) yang disebut wahyu Khusus (Bil 12:6-8; Ibr 1:1;
2Pet 1:21), Wahyu Umum (Maz 19:1, 2;
Rom 1:19, 20; 2:14, 15) Sarana Penyataan Umum: sejarah, alam semesta dan hati nurani,
melalui hubungan kita dengan Tuhan, dan pertumbuhan iman kita.
Penulis: Supriadi Siburian, S.Th
sumber: berbagai sumber dari Internet.
semoga Informasi dan tulisan ini dapat berguna dan membantu.
Tuhan Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar