SAKRAMEN
disusun oleh Pdt. Supriadi Siburian, M.Th
disusun oleh Pdt. Supriadi Siburian, M.Th
Daftar Isi
A.
Pengertian Sakramen
B.
Pentingnya Sakramen dalam
Gereja
C.
Jenis Sakramen
1.
Sakramen Batisan
2.
Sakramen Perjamuan Kudus
D.
Sakramen dalam Gereja Kristen
Indonesia (GKI) Sumut
E.
Kesimpulan
A.
Pengertian Sakramen
Kata
sakramen dalam bahasa Indonesia berasal dari kata latin, sacramentum. Kata
'sakramen' (Latin sacramentum), berarti 'sumpah', seperti yang dilakukan anak
muda yang bergabung dengan angkatan darat Romawi. Sudah pada zaman gubernur
Plinius (112 M) istilah sakramen digunakan untuk upacara keagamaan Kristen.
Terjemahan Alkitab Latin, Vulgata, menerjemahkan kata Yunani mysterion dengan
sacramentum, yang menyebabkan baptisan dan Perjamuan Kudus menjadi sakramen
yang dimaksud. Oleh Gereja Abad Pertengahan ditambahkan upacara keagamaan lain
pada pengertian sakramen itu, tetapi Gereja Reformasi membatasinya pada dua
sakramen yang jelas disebutkan dalam PB (Mat. 28:19,
dan 1Kor. 11:23-25).
Petunjuk alkitabiah untuk upacara-upacara lain tidaklah jelas. Biasa dianggap
orang bahwa baptisan di gereja itu sejajar dengan upacara penerimaan sebagai
anggota umat Allah di PL (sunat) dan Perjamuan Kudus berhubungan dengan
perayaan penebusan dalam PL .[1]
Zakharius Ursinus dan Caspar Olevianus
mendefinisikan Sakramen adalah
tanda dan meterai yang kudus serta kasatmata, yang telah ditetapkan oleh Allah.
Melalui penerimaan sakramen, diterangkan-Nya dan dimeteraikan-Nya kepada kita
secara lebih jelas lagi janji Injil, yaitu bahwa Dia menganugerahkan kepada
kita pengampunan semua dosa dan hidup yang kekal, hanya berdasarkan rahmat,
karena kurban Kristus yang satu- satunya, yang telah terjadi di kayu salib.[2]
Menurut calvin sakramen adalah suatu tanda lahiriah
yang dipakai Allah untuk memateraikan dalam batin kita ajnji-janji aan
kerelaanNya terhadap kita, supaya iman kita yang lemah diteguhan, dan suapaya
kitapun menyatakan kasih, dan kesetiaan kita kepadanya, baik dihadapan Dia
sendiri maupun malaikat-malikatnya dan dihapan manusia. Defenisi lain yang
lebih pendek sakraman itu dinamakan suatu kesaksian tentang rahmat Allah
terhadap kita, yang ditegaskan dengan tanda lahiriah yang dibalas dari pihak
kita dengan menyatakan kasih dan kesetiaan kita kepadanya. Menurut agustinus
sakramen adalah tanda yang kelihatan dari yang suci atau wujud yang kelihatan
dari rahmat yang tidak kelihatan.[3]
Sedangkan Gereja Katolik Roma dalam Konsili
Trente menyatakan bahwa sakramen adalah sesuatu yang dinyatakan untuk dialami,
yang memiliki kuasa, oleh penyelenggaraan ilahi, bukan hanya menyatakan
pentingnya anugerah, tetapi juga efisien membawa anugerah.[4]
B.
Pentingnya Sakramen dalam Gereja
Adanya
sakramen dalam gereja adalah sesuai dengan perintah Tuhan Yesus. Yesus sendiri
yang menetapkan untuk melaksanakan Babtisan Kudus (Mat. 28:19-20), dan Dia juga
yang menetapkan perjamuan kudus supaya dilakukan sebagai peringatan akan Dia (
Mat. 26:26-28).
Melalui
penerimaan sakramen, diterangkan-Nya dan dimeteraikan-Nya kepada kita secara
lebih jelas lagi janji Injil, yaitu bahwa Dia menganugerahkan kepada kita
pengampunan semua dosa dan hidup yang kekal, hanya berdasarkan rahmat, karena
kurban Kristus yang satu- satunya, yang telah terjadi di kayu salib.[5]
C.
Jenis Sakramen
Gereja
Katolik terdapat tujuh sakramen yang dapat dikelompokkan dalam tiga bagian
yaitu 1. sakreman inisiasi: sakramen Babtis, sakramen Karisma, dan sakramen
Ekaristi, 2. Sakramen Penyembuhan:
Sakramen Rekonsiliasi dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, 3. Sakramen Panggilan:
Sakramen Imamat dan sakramen perkawinan. Sakramen-sakramen ini memiliki manfaat
masing-masing dalam kehidupan umat katolik.[6]
Sakramen
Babtis atau permandian berfungsi untuk menghilangkan dosa asal. Penguatan
diberikan kepada anak-anak setelah kira-kira 12 tahun menguatkan mereka dalam
perjuangan iman yang akan datang. Ekaristi artinya ucapan syukur. Pengakuan
yaitu pengakuan dosa-dosa yang dilakukan setelah permandian dan yang diampuni
dengan perantaraan kuasa imam.perminyakan, memberikan kepada orang sakit
kekuatan untuk mati secara kristen. skaramen imamat yang olehnya diberi
kekuasaan untuk melanjutan keimaman Kristus. Perkawinan yang menurut ajaran
katolik ditetapkan oleh Allah dalam taman firdaus dan oleh Yesus diangkat
menjadi saramen.[7]
Jumlah
Sakramen yang ditetapkan Kristus dalam Perjanjian Baru adalah dua, yaitu
Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.[8] Ketetapan inilah yang dilakukan gereja- gereja Protestan. Allah
yang mendirikan, menetapkan, memerintah, mensyahkan baptisan itu dan perjamuan
kudus, yang melaluinya Allah memberikan berkat dan pengampunan dosa. Sehinggga yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah kedua sakramen tersebut yang ditinjau
dari pandangan katolik, Luther, dan Calvin.
1.
Sakramen Batisan
Katolik
mempercayai dan mengajarkan bahwa
Baptisan merupakan cara untuk membebaskan dari dosa dan dilahirkan
kembali sebagai puttra-puri Allah. Dalam katolik hanya ada satu babtisan yaitu
babtisan dengan air dengan mencurahkan air diiatas dahi. Pencurahan air diatas dahi sebanyak tiga kali
dengan mengucapkan kata “ nama orang, aku membatis engkau atas nama Bapa,
Putra, dan Roh Kudus. Pembabtisan dengan air sungguh diimani sebagai materai
rohani yang tidak terhapuskan dan diterima hanya satu kali untuk selamanya.
Dalam pembabtisan orang juga menerima pengurapan minyak karisma sebagai tanda
pengurapan roh kudus, agar orang yang dibabtis boleh mengambil bagian dalam
tugas imamat, kenabian, dan pengembalaan Yesus Kristus. Y ang boleh menerima babtisan adalah setiap
orang dan yang belum dibabtis, baik itu bayi maupun orang dewasa. Pembabtisan
terhadap anak-anak perlu karena mereka dilahirkan dengan khodrat yang jatuh
kedalam dosa dan dinodai oleh dosa asal. Mereka membutuhkan kelahiran kembali
dalam pembabtisan supaya mereka dibebaskan dari kusa kegelapan.[9]
Luther
berpandangan bahwa Baptisan Kudus merupakan tanda yang ditetapkan Allah untuk
memeteraikan janji-Nya sebagai pengampunan dosa manusia. Namun, Luther tetap
mempertahankan bahwa percaya akan janji Allah perlu, karena hanya dalam iman orang
dapat menikmati pengampunan yang dijanjikan dalam baptisan. Luther menyetujui
Baptisan Anak, dan ia berpandangan bahwa tidak perlu orang mempunyai iman yang
matang untuk menerima baptisan, sebab bukan imanlah yang menjadikan baptisan
efektif, melainkan janji Allah.[10]
Menurut
Luther, baptisan bukanlah hasil pikiran manusia, melainkan wahyu dan pemberian
Allah.[11] Baptisan tidak bisa
dianggap remeh. Meskipun baptisan merupakan hal lahiriah, namun yang jelas
firman dan perintah Allah menetapkannya dan meneguhkannya. Lebih-lebih baptisan
itu dilakukan di dalam namaNya. Luther mendirikan pendapatnya berdasarkan
perintah Yesus (Mat. 28:19-20).
Dibaptis
dalam nama Allah bukanlah dibaptis oleh manusia, melainkan oleh Allah sendiri.
Karena itu, walaupun manusia yang melakukannya, baptisan itu benar-benar
perbuatan Allah sekaligus. Artinya, jika
pun seorang imam atau pendeta melayani sakramen baptisan kudus, sebenarnya
Allah sendirilah pelaku utama dalam sakramen tersebut, bukan si pendeta. Dengan
demikian baptisan tidak lain daripada Allah sendiri; bukan karena air itu lebih
istimewa dari segala jenis air yang lain, tetapi karena firman dan perintah
Allah yang menyertainya. Jadi, baptisan berbeda dengan air yang lain, bukan
karena apa adanya, melainkan karena sesuatu yang lebih mulia menyertainya.
Dalam
Pandangan Martin Luther, Allah sendirilah yang menjadi dasar dan pelaksana
utama dalam Baptisan, bukan manusia. Oleh karena itu, tidak menjadi persoalan
tentang siapa orang yang dibaptis, apakah orang dewasa atau anak-anak; sebab
jika baptisan tersebut dilaksanakan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus,
maka sakramen tersebut adalah sah. Seorang yang menerima baptisan berarti telah
ikut dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
Calvin
melihat baptisan sebagai tanda pengampunan dosa dan hidup baru. Bahwa kita
telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus dan telah kita telah
satu dengan Dia. Babtisan juga sebagai tanda masuk persekutuan gereja. Babtisan
dihubungkan dengan keanggiotaan Gereja. Ini sekaligus penolakan calvin terhadap
anggapan bahwa babtisan merupakan syarat memperoleh keselamatan. Menurut Calvin
babtisan bukan syarat melaikan materai yang menandakan bahwa seseorang telah
memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus. Keselamatan itu
telah dianungragkan Allah Bapa sebelum kita lahir, sehingga tidak ditentukan
oleh babtisan.[12]
Pengampunan
ini diberikan Allah kepada manusia sebelum ia lahir, sehingga tidak dapat
diikat pada pelayanan baptisan. Lebih lanjut baptisan menurut Calvin menandai
bahwa orang percaya ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus, dan
bahwa orang percaya menjadi satu dengan Kristus. Konsekuensi dari ikatan
baptisan dengan keanggotaan gereja bagi Calvin adalah bahwa pelayanan baptisan
harus terjadi di dalam kebaktian jemaat, oleh pejabat yang ditentukan oleh
gereja, yaitu Pendeta.
2.
Sakramen Perjamuan Kudus
Gereja
Katolik Roma memahami sakramen sebagai saluran anugerah Allah. Jadi mereka
menekankan arti perjamuan kudus sebagai sarana keselamatan bagi umat. Tidak
cukup hanya kesetiaan terhadap Gereja saja melainkan mengikuti sakramen juga
untuk selamat.Gereja Roma Katolik pada saat itu memercayai ajaran Perjamuan
Kudus bahwa waktu imam yang melayani Perjamuan Malam mengucapkan kata-kata
penetapan - "Inilah tubuhku... Inilah darah-Ku..." -substansi roti
dan anggur (secara otomatis) berubah menjadi tubuh dan darah Kristus.[13] Ajaran inilah yang
dikenal dengan transustansiasi.Jadi Gereja Katolik mengatakan bahwa roti dan
anggur telah berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (transsubstansiasi) pada
saat ditahbiskan (konsekrasi) dalam pelaksanaan Perjamuan Kudus.Setiap
Perjamuan Kudus dilakukan diyakini bahwa setiap kali Yesus mengorbankan ulang
tubuh dan darah-Nya untuk keselamatan manusia berdosa. Pada konsili ke-4 di
Lateran (1215), ajaran transsubstansiasi disahkan menjadi dogma gereja. Ajaran
ini kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquino (1274). Di konsili Terente
(1545-1563) diteguhkan dan dikuatkan ajaran transsubstansiasi sebagai jawaban
gereja Roma Katolik atas Reformasi.[14]
Dalam
hal ini hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi,
dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Diakon serta imam biasanya
adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat diberi wewenang dalam lingkup
terbatas sebagai pelayan luar biasa Komuni Suci.
Luther mengartikan Perjamuan Kudus
bertolak dari kata-kata penetapan yaitu sebagai firman Allah, peraturan, dan
perintah-Nya.Perjamuan Kudus ditetapkan oleh Kristus sendiri, bukan hasil
pikiran manusia. Jadi Perjamuan Kudus
adalah tubuh dan darah yang benar dari Kristus, yaitu tubuh dan darah yang
diberikan kepada kita anggota-anggota jemaat di dalam dan di bawah roti dan
anggur untuk dimakan dan diminum menurut firman dan penetapan Kristus. Firman
itulah yang membuat Perjamuan Kudus menjadi Perjamuan Kudus dan firman-lah yang
membedakannya, supaya Perjamuan Kudus bukanlah roti dan anggur biasa melainkan
tubuh dan darah Kristus.[15] lni untuk menolak kepercayaan Gereja Katolik
yang menanggap bahwa sakramen memiliki posisi yang tinggi dan dapat membawa
keselamatan dibanding firman.
Untuk merayakan Perjamuan Kudus, menurut
Luther harus memerhatikan dua hal yaitu, penyesalan dan percaya dan dia
menekankan kesatuan orang-orang percaya.Kesatuan ini disebut juga kesatuan hati. Oleh
sebab itu Perjamuan Kudus disebut suatu persekutuan atau commmunio.Bagi Luther, communion
atau persekutuan ini sangat penting karena di dalamnya
tiap-tiap orang
yang merayakan Perjamuan Kudus menerima
segala pemberian rohani dari Kristus. Dan sebaliknya juga mendapat
bagian dalam penderitaan.[16]
Mengenai
kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus, Luther percaya berdasarkan perkataan
Yesus dalam kata-kata penetapan maka kita menerima (percaya), bahwa roti dan
anggur di sini adalah benar-benar tubuh dan darah Kristus.Luther menolak ajaran
tentang transubstansiasi Gereja Katolik. Tetapi ia tidak menolak kehadiran
tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur.Ajaran Luther ini disebut dengan
kon-substansiasi (kon=sama-sama): roti dan anggur itu tidak berubah menjadi
tubuh dan darah Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus
mendiami roti dan anggur itu sehingga ada 2 zat atau substansi yang sama-sama
terkandung dalam roti dan anggur itu.[17]
Untuk memperjelas hubungan antara tubuh
dan darah Kristus pada satu pihak dan roti dan anggur pada satu pihak, ia
memakai suatu kiasan. la katakan: api dan besi adalah dua substansi, tetapi
kalau besi diletakkan di dalam api, maka kedua substansi itu bercampur baur
begitu rupa, sehingga tiap-tiap bagian adalah besi dan api.[18]
Jadi, Luther percaya bahwa roti dalam
Perjamuan Kudus adalah benar-benar roti dan anggur adalah benar-benar anggur.
Dalam suatu cara yang tersembunyi tubuh dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus
berada dalam roti dan anggur. Luther mengatakan bahwa dia percaya bukan saja
tubuh Kristus berada di dalam roti dan anggur, tetapi juga bahwa roti dan
anggur adalah tubuh dan darah Kristus.[19] Luther
mengatakan memang secara rasional mungkin
kehadiran tubuh
dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus tidak dapat dipahami.Sungguhpun
demikian kehadiran Kristus di situ tetap harus dipercayai.
Mengenai kata-kata penetapan, bagi Luther,
kata-kata penetapan Perjamuan Kudus adalah kata-kata kehidupan.ini dianggap
sebagai kata-kata yang paling utama dari seluruh Injil.Bahkan lebih penting
dari perjamuan itu sendiri.Luther bahkan berkata, "kata-kata penetapan
harus dipercayai, kata-kata itu menyelamatkan." Itulah sebabnya ia menolak
interpretasi yang mengatakan
bahwa ucapan Yesus, "Ini
adalah daging-Ku" berarti
"Ini menandai daging-Ku". [20]
Luther menolak kepercayaan yang menekankan
bahwa Perjamuan Kudus dirayakan bukan karena Allah membutuhkannya, tetapi
kitalah yang membutuhkannya.Perjamuan Kudus adalah karunia Allah untuk kita.
Oleh sebab itu Perjamuan Kudus harus diterima dengan percaya dan merayakannya
dengan cara yang benar. Karena itu ganti "opus operatum" (pekerjaan
yang dilakukan) Luther menggunakan "opus operatis" (pekerjaan yang
dilakukan oleh dia yang percaya).Jadi, Luther menekankan percaya itu.[21] Luther juga menentang
Gereja Katolik bahwa anggota jemaat yang merayakan Perjamuan Kudus harus
menerima baik roti maupun anggur, sesuai dengan perintah Yesus dalam Matius
26:27. Darah Kristus dicurahkan juga untuk anggota-anggota jemaat karena itu gereja
tidak berhak melarang mereka minum anggur perjamuan.
Sehingga bagi Luther misa bukanlah
pekerjaan dan bukanlah korban seperti yang dipercaya Gereja Katolik.Perjamuan
Kudus baginya bukanlah suatu "sacrificum" melainkan
"testamentum".Bahkan Luther menolak ajaran Gereja Katolik yang
menganggap misa sebagai suatu pekerjaan yang baik yang
menghasilkan pahala melainkan Perjamuan Kudus adalah anugerah Allah.Perjamuan
Kudus adalah janji tentang pengampunan dosa yang dikokohkan oleh kematian Anak
Allah.Oleh sebab itu janji ini harus diteruskan dan dibagikan kepada
orang-orang percaya lainnya.ltulah sebabnya Luther sangat menekankan
"percaya".Karena Perjamuan Kudus adalah suatu janji maka itu hanya
dapat diterima dengan percaya.Janji ini didengar dari firman yang diucapkan
melalui kata-kata penetapan dalam perjamuan kudusJadi, bagi Luther hanya oleh
percaya (sola fide) kita dapat pergi ke Perjamuan Kudus.[22]
Menurut Luther, dalam Perjamuan Kudus
Allah tidak saja memberikan suatu "jaminan" dan suatu
"tanda", tetapi lebih daripada itu la memberikan
"karunia-Nya" sendiri, yaitu karunia yangdijamin dan ditandai dalam
Perjamuan Kudus. Ini diberikan untuk menjadi makanan setiap hari, agar supaya
iman dapat pulih kembali dan menjadi kuat.Dari sini muncul pertanyaan, apakah roti
dan anggur dapat mengampuni dosa dan menguatkan iman? Maka
Luther menjawab bahwa pengampunan dosa pada satu pihak hanya terkandung dalam
firman Tuhan.tetapi pada lain pihak pengampunan dosa juga terikat pada tubuh
dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus.[23]
Calvin menyakini
dan mengajarkan bahwa perjamuan kudus adalah tanda yang ditetapkan oleh Allah
melalui Anak-Nya Yesus Kristus, supaya melalui roti dan anggur itu orang-orang
briman dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus.[24]
Calvin berpandangan, bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda, dalam hal ini tanda
tersebut bukanlah tanda kosong, sebab tanda ini diberikan Allah melalui
Anak-Nya, supaya orang percaya melalui roti dan anggur betul-betul dipersatukan
dengan tubuh dan darah Kristus. Dalam Perjamuan Kudus, Kristus betul-betul
hadir untuk menjadi satu dengan orang-orang percaya, dan menguatkan iman
mereka. Dengan demikian Calvin menolak ajaran Gereja Roma Katolik tentang
trans-substansiasi dan menolak ajaran Lutheran yaitu mengenai kon-substansiasi.
D.
Sakramen dalam Gereja Krisren Indonesia (GKI) Sumut
Dalam
tata Gereja GKI Sumut Bab V pasal 2, GKI
hanya mengenal 2 sakramen yaitu Baptisan Kudus
dan Perjamuan Kudus.
1. Sakramen Babtisan Kudus[25]
Baptisan
kudus yang dilakukan bagi orang dewasa (Babtisan Dewasa), dan anak-anak
(Babtisan anak). Anak-anak kecil dibaptis
karena Mereka termasuk dalam perjanjian Allah dan dalam jemaat-Nya, sama
seperti orang-orang dewasa (Kej 17:7). Lagi pula, melalui darah Kristus,
mereka, tidak kurang daripada orang dewasa (Kis 2:39), menerima janji kelepasan
dari dosa-dosa dan Roh Kudus yang bekerja menciptakan iman (Mat 19:14). Maka
mereka pun perlu dimasukkan dalam Gereja Kristen dan dibedakan dari anak-anak
orang tidak percaya (Kis 10:47), melalui Baptisan, sebagai tanda perjanjian
itu, sebagaimana dalam Perjanjian Lama dilakukan melalui Sunat (Kej 17:12-13),
yang dalam Perjanjian Baru diganti dengan Baptisan (Kol 2:11-13).
Dalam
Baptisan Kudus diingatkan dan diyakinkan, bahwa kurban Kristus yang
satu-satunya, yang terjadi pada kayu salib itu menjadi kebaikan. Kristus telah
menetapkan permandian lahiriah (Kis 2:38), disertai janji (Mat 28:19).
Sebagaimana tubuhku pasti dibasuh secara lahiriah oleh air, yang biasa dipakai
untuk menghilangkan kotoran tubuh, sepasti itu pula aku telah dibasuh dengan
darah dan Roh-Nya dari kecemaran jiwaku, yaitu semua dosaku (1Pet 3:21).
Dalam
penetapan Baptisan, yang berbunyi sebagai berikut, Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat 28:19), dan, Siapa
yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya
akan dihukum (Mar 16:16). Janji itu diulang, ketika Alkitab menyebut Baptisan
adalah permandian kelahiran kembali (Tit 3:5) dan pembasuhan dari semua dosa
(Kis 22:16). Kita melihat bahwa Kristus berjanji kepada kita bahwa, sebagaimana
kita pasti dibasuh oleh air baptisan, sepasti itu pula Dia mau membasuh kita
dengan darah dan Roh-Nya. Permandian lahiriah itubukanlah pembasuhan dari dosa- dosa (1Pe 3:21) karena hanya darah Yesus Kristus, dan Roh
Kudus yang membasuh kita dari segala dosa (1Yo 1:7).
Roh
Kudus menamakan Baptisan itu 'permandian kelahiran kembali' dan 'pembasuhan
dari dosa-dosa' karena Allah berfirman demikian bukan tanpa alasan yang sangat
penting. Pertama, dengan demikian Dia hendak mengajar kita bahwa, sama seperti
kotoran tubuh dihilangkan dengan air, begitu pula segala dosa kita dihilangkan
oleh darah dan Roh Yesus Kristus (Wah 1:5). Tetapi terutama, melalui jaminan
dan tanda ilahi ini Dia hendak memastikan kepada kita bahwa, sebagaimana tubuh
kita benar- benar dibasuh secara lahiriah dengan air, begitu pula kita
benar-benar dibasuh secara rohani dari segala dosa kita (Gal 3:27).
2.
Perjamuan Kudus.
Dalam
Perjamuan Kudus diingatkan dan diyakinkan, bahwa mendapat bagian dalam kurban
Kristus yang satu-satunya, yang terjadi pada kayu salib, dan dalam semua
harta-Nya. Perjamuan kudus ini
berdasarkan perintah Kristus, dimana Kristus telah memerintahkan semua orang
percaya, supaya makan dari roti yang dipecah-pecahkan dan minum dari cawan agar
perbuatan itu menjadi peringatan akan Dia. Dia menambahkan janji janji ini (Mat
26:26-28). Pertama, bahwa sebagaimana aku melihat dengan mata kepala sendiri
bahwa roti Tuhan dipecah- pecahkan untukku dan cawan diberikan kepadaku,
sepasti itu pula tubuh-Nya dikurbankan bagiku dan darah-Nya ditumpahkan untukku
di kayu salib. Kedua, sebagaimana dari tangan pelayan aku menerima roti dan
cawan Tuhan sebagai tanda- tanda yang pasti dari tubuh dan darah Kristus, dan
mengecapnya dengan mulutku, sepasti itu pula Dia sendiri memberi makan dan
minum jiwaku dengan tubuh-Nya yang disalibkan dan darah-Nya yang ditumpahkan,
supaya aku beroleh hidup yang kekal.
Arti,
'makan tubuh Kristus yang disalibkan' dan 'minum darahNya yang ditumpahkan'
adalah bahwa kita menerima seluruh penderitaan dan kematian Kristus dengan hati
yang percaya, dan dengan demikian memperoleh pengampunan dosa-dosa dan hidup
yang kekal (Yoh 6:35). Di samping itu, bahwa kita makin lama makin dipersatukan
dengan tubuh-Nya yang kudus oleh Roh Kudus yang tinggal dalam Kristus maupun
dalam kita (Yoh 6:56). Memang, Kristus ada di sorga (Kis 3:21) dan kita di
bumi. Namun, persatuan itu membuat kita menjadi daging dari daging-Nya dan
tulang dari tulang-tulang-Nya (Efe 5:30), serta hidup dan diperintah oleh satu
Roh untuk selama-lamanya, sama seperti anggota-anggota tubuh hidup dan
diperintah oleh satu jiwa (Efe 2:21-22).
Kristus
berjanji, sebagaimana orang percaya makan dari roti yang dipecah-pecahkan dan
minum dari cawan, sepasti itu pula Dia akan mengenyangkan mereka dengan
tubuh-Nya dan menyegarkan mereka dengan darahNya yang didasarkan dalam
penetapan Perjamuan Malam, berbunyi (Mat 26:26-28), Sebab apa yang telah
kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada
malam waktu Dia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Dia mengucap syukur
atasnya; Dia memecah-mecahkannya dan berkata, Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan
bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!' Demikian juga Dia
mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata, 'Cawan ini adalah perjanjian baru
yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya,
menjadi peringatan akan Aku!' Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum
dari cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Dia datang.' (1Ko
11:23-26). Janji ini diulang Rasul Paulus, katanya, 'Bukankah cawan pengucapan
syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah
Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh
Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu
tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu' (1Ko
10:16-17).
Roti
dan anggur itu Tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus yang sesungguhnya,
hal ini didasarkan Perjamuan Malam pula roti dalam tidak menjadi tubuh Kristus
(1Ko 10:16), meskipun, sesuai dengan sifat Sakramen-sakramen (1Ko 10:3-4), roti
itu disebut tubuh Yesus Kristus.
Kristus
menyebut roti itu 'tubuh-Nya' dan minuman dalam cawan itu 'darah-Nya' atau
'perjanjian baru di dalam darahNya', dan Paulus menyebutnya 'persekutuan dengan
tubuh dan darah Kristus' karena Kristus berfirman demikian bukan tanpa alasan
yang sangat penting. Pertama, dengan demikian Dia hendak mengajar kita bahwa,
sama seperti roti dan anggur memelihara hidup kita sementara di dunia ini,
demikian pula tubuh-Nya yang telah disalibkan dan darah-Nya yang ditumpahkan
itu merupakan makanan dan minuman yang sesungguhnya bagi jiwa kita untuk hidup yang
kekal (Yoh 6:55). Tetapi terutama, melalui tanda dan jaminan yang kelihatan ini
Dia hendak memastikan kepada kita bahwa, sama seperti kita menerima tanda-tanda
kudus ini dengan mulut jasmani menjadi peringatan akan Dia, demikian pula kita
sungguh-sungguh mendapat bagian dalam tubuh dan darah-Nya melalui pekerjaan Roh
Kudus (1Ko 10:16), dan bahwa penderitaan dan ketaatan-Nya itu pasti menjadi
milik kita, seolah-olah kita sendiri telah merasakan segala kesengsaraan itu
dan melunasi utang dosa kita kepada Allah.'
Perjamuan
Malam Tuhan ditetapkan Untuk mereka yang menyesali dirinya karena dosa-dosanya,
namun tetap percaya bahwa dosanya itu telah diampuni karena Kristus dan bahwa
juga segala kelemahan yang masih tertinggal ditutup oleh penderitaan serta kematianNya;
mereka yang juga ingin makin menguatkan iman dan membenahi hidup mereka.
Sebaliknya, orang munafik dan mereka yang tidak bertobat kepada Allah dengan
ikhlas, mereka itu mendatangkan hukuman atas diri mereka dengan makan dan minum
(1Ko 10:21).
Mereka
yang dalam hal pengakuan iman dan perihidupnya ternyata bertindak sebagai orang
tidak percaya dan fasik diizinkan turut serta dalam Perjamuan Kudus, tidak di
ijinkan untuk mengikuti perjamuan kudus karena dengan demikian perjanjian Allah
dinajiskan dan murkaNya dibangkitkan atas seluruh jemaat (Mat 7:6). Oleh karena
itu, Gereja Kristen wajib mengucilkan mereka dengan mempergunakan kunci-kunci
kerajaan sorga, sesuai dengan penetapan Kristus dan Rasul-rasul-Nya, sampai
mereka itu terbukti telah membenahi hidupnya.
E. Kesimpulan
Dalam
Gereja GKI Sumut hanya melaksanakan dua sakramen yaitu sakramen Babtisan Kudus
dan Perjamuan Kudus. Babtisan Kudus sebagai tanda dan materai, yang
menandakan bahwa seseorang telah memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan
pada salib Kristus. Perjamuan Kudus adalah sebagai tanda dan materai, tanda
yang ditetapkan oleh Allah melalui Anak-Nya Yesus Kristus, supaya melalui roti
dan anggur itu orang-orang beriman dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus.
Kristus benar-benar hadir waktu melaksanaan perjamuan kudus, namun bukan berarti roti dan anggur berubah
menjadi danging dan darah Kristus.
Perjamuan Kudus adalah Hak
dari Anggota Gereja, Karena Perjamuan kudus diberikan kepada semua orang yang percaya
Kristus. Semua jemaat seharusnya ikut
menerima Perjamuan Kudus itu sebagai sarana menerima pengampunan dosa dari
Allah. Mengiuti Perjamuan Kudus seharusnya tidak
ditentukan oleh perasaan orang percaya, melainkan seharusnya sikap semua orang
percaya adalah menerima, tanpa mempertimbangkan apakah ia siap atau tidak siap.
Sebaiknya kapan saja Tuhan memanggil kita untuk ikut dalam perjamuanNya, maka
seharusnya kita dengan segera bangkit dan bergegas mendekatkan diri untuk
mengiuti perjamuan kudus. Namun kenyataannya kebanyakan dalam jemaat memiliki
rasa segan untuk menerima Perjamuan Kudus. Hal itu berkaitan dengan pemahaman bahwa roti
dan anggur menjadi betul-betul tubuh dan darah Kristus. Oleh karena itu
anggota-anggota gereja menjadi takut untuk menerima roti dan anggur tersebut. Allah,
yang mengetahui kelemahan iman kita, menyesuaikan diri terhadap
keterbatasan-keterbatasan kita. Oleh kerena itu tak ada yang perlu ditakuti
dalam Perjamuan kudus sebab itu merupakan anugerah yang diberikan-Nya kepada
kita. Namun sikap kita dituntut untuk selalu merendahkan diri dihadapan-Nya.
Daftar Pustaka
Christiaan de Jonge, Apa Itu CALVINISME?, Jakarta:
BPK-GM 1998.
G.C. van Niftrik-B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, BPK-GM,
Jakarta, 2001.
H. Berkhof, dan
IH Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran
Reformator . Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990.
Jan S. Aritonang, Berbagai aliran di dalam dan di
sekitar gereja, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016.
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa,
Yogyakarta: Kanisius, 2016.
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa, Yogyakarta:
Kanisius, 2016
Martin Luther, Katekhismus Besar, Jakarta: BPK-GM
2007.
W.R.F Browning “ Kamus Alkitab” Jakarta: BPK Gunung-
Mulia , 2007
Yohanes
Calvin, Institutio (Pengajaran Agama Kristen), BPK-GM, Jakarta, 2000
Zakharius Ursinus dan Caspar Olevianu, “Pengajaran
Agama Kristen: Katekismus Heidelberg, Jakarta: BPK Gunung- Mulia , 2010
[2]Zakharius Ursinus dan
Caspar Olevianu, “Pengajaran Agama Kristen: Katekismus Heidelberg, (Jakarta:
BPK Gunung-
Mulia , 2010), 37
[4] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut
Ajaran Reformator (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990),4
[10] Christiaan de Jonge, Apa Itu
CALVINISME? (Jakarta: BPK-GM 1998), 191
[11] Martin Luther, Katekhismus Besar, (Jakarta: BPK-GM
2007), 184
[12] Jan S. Aritonang, Berbagai aliran
di dalam dan di sekitar gereja, ( Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016), 77
[13] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformator
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 20.
[15] J. L. Ch. Abineno, 44-45.
[23] Ibid.,46-47
[25] Disarikan dari Zakharius
Ursinus dan Caspar Olevianu, pengajaran Agama Kristen: Katekismus Heidelberg,
Jakarta: BPK Gunung-
Mulia , 2010, 38-41.