Selasa, 08 Oktober 2019

SAKRAMEN


SAKRAMEN
disusun oleh Pdt. Supriadi Siburian, M.Th

Daftar Isi



A.    Pengertian Sakramen
B.     Pentingnya Sakramen dalam Gereja
C.     Jenis Sakramen
1.      Sakramen Batisan
2.      Sakramen Perjamuan Kudus
D.    Sakramen dalam Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut
E.     Kesimpulan


A.    Pengertian Sakramen
Kata sakramen dalam bahasa Indonesia berasal dari kata latin, sacramentum. Kata 'sakramen' (Latin sacramentum), berarti 'sumpah', seperti yang dilakukan anak muda yang bergabung dengan angkatan darat Romawi. Sudah pada zaman gubernur Plinius (112 M) istilah sakramen digunakan untuk upacara keagamaan Kristen. Terjemahan Alkitab Latin, Vulgata, menerjemahkan kata Yunani mysterion dengan sacramentum, yang menyebabkan baptisan dan Perjamuan Kudus menjadi sakramen yang dimaksud. Oleh Gereja Abad Pertengahan ditambahkan upacara keagamaan lain pada pengertian sakramen itu, tetapi Gereja Reformasi membatasinya pada dua sakramen yang jelas disebutkan dalam PB (Mat. 28:19, dan 1Kor. 11:23-25). Petunjuk alkitabiah untuk upacara-upacara lain tidaklah jelas. Biasa dianggap orang bahwa baptisan di gereja itu sejajar dengan upacara penerimaan sebagai anggota umat Allah di PL (sunat) dan Perjamuan Kudus berhubungan dengan perayaan penebusan dalam PL .[1]
Zakharius Ursinus dan Caspar Olevianus mendefinisikan  Sakramen adalah tanda dan meterai yang kudus serta kasatmata, yang telah ditetapkan oleh Allah. Melalui penerimaan sakramen, diterangkan-Nya dan dimeteraikan-Nya kepada kita secara lebih jelas lagi janji Injil, yaitu bahwa Dia menganugerahkan kepada kita pengampunan semua dosa dan hidup yang kekal, hanya berdasarkan rahmat, karena kurban Kristus yang satu- satunya, yang telah terjadi di kayu salib.[2]
Menurut calvin sakramen adalah suatu tanda lahiriah yang dipakai Allah untuk memateraikan dalam batin kita ajnji-janji aan kerelaanNya terhadap kita, supaya iman kita yang lemah diteguhan, dan suapaya kitapun menyatakan kasih, dan kesetiaan kita kepadanya, baik dihadapan Dia sendiri maupun malaikat-malikatnya dan dihapan manusia. Defenisi lain yang lebih pendek sakraman itu dinamakan suatu kesaksian tentang rahmat Allah terhadap kita, yang ditegaskan dengan tanda lahiriah yang dibalas dari pihak kita dengan menyatakan kasih dan kesetiaan kita kepadanya. Menurut agustinus sakramen adalah tanda yang kelihatan dari yang suci atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak kelihatan.[3]
Sedangkan Gereja Katolik Roma dalam Konsili Trente menyatakan bahwa sakramen adalah sesuatu yang dinyatakan untuk dialami, yang memiliki kuasa, oleh penyelenggaraan ilahi, bukan hanya menyatakan pentingnya anugerah, tetapi juga efisien membawa anugerah.[4]

B.     Pentingnya Sakramen dalam Gereja
Adanya sakramen dalam gereja adalah sesuai dengan perintah Tuhan Yesus. Yesus sendiri yang menetapkan untuk melaksanakan Babtisan Kudus (Mat. 28:19-20), dan Dia juga yang menetapkan perjamuan kudus supaya dilakukan sebagai peringatan akan Dia ( Mat. 26:26-28).
Melalui penerimaan sakramen, diterangkan-Nya dan dimeteraikan-Nya kepada kita secara lebih jelas lagi janji Injil, yaitu bahwa Dia menganugerahkan kepada kita pengampunan semua dosa dan hidup yang kekal, hanya berdasarkan rahmat, karena kurban Kristus yang satu- satunya, yang telah terjadi di kayu salib.[5]

C.    Jenis Sakramen
Gereja Katolik terdapat tujuh sakramen yang dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu 1. sakreman inisiasi: sakramen Babtis, sakramen Karisma, dan sakramen Ekaristi,  2. Sakramen Penyembuhan: Sakramen Rekonsiliasi dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, 3. Sakramen Panggilan: Sakramen Imamat dan sakramen perkawinan. Sakramen-sakramen ini memiliki manfaat masing-masing dalam kehidupan umat katolik.[6]
Sakramen Babtis atau permandian berfungsi untuk menghilangkan dosa asal. Penguatan diberikan kepada anak-anak setelah kira-kira 12 tahun menguatkan mereka dalam perjuangan iman yang akan datang. Ekaristi artinya ucapan syukur. Pengakuan yaitu pengakuan dosa-dosa yang dilakukan setelah permandian dan yang diampuni dengan perantaraan kuasa imam.perminyakan, memberikan kepada orang sakit kekuatan untuk mati secara kristen. skaramen imamat yang olehnya diberi kekuasaan untuk melanjutan keimaman Kristus. Perkawinan yang menurut ajaran katolik ditetapkan oleh Allah dalam taman firdaus dan oleh Yesus diangkat menjadi saramen.[7]
Jumlah Sakramen yang ditetapkan Kristus dalam Perjanjian Baru adalah dua, yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.[8]  Ketetapan inilah yang dilakukan gereja- gereja Protestan.  Allah yang mendirikan, menetapkan, memerintah, mensyahkan baptisan itu dan perjamuan kudus, yang melaluinya Allah memberikan berkat dan pengampunan dosa.  Sehinggga yang akan dibahas dalam makalah ini adalah kedua sakramen tersebut yang ditinjau dari pandangan katolik, Luther, dan Calvin.
1.      Sakramen Batisan
Katolik mempercayai dan mengajarkan bahwa  Baptisan merupakan cara untuk membebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai puttra-puri Allah. Dalam katolik hanya ada satu babtisan yaitu babtisan dengan air dengan mencurahkan air diiatas dahi.  Pencurahan air diatas dahi sebanyak tiga kali dengan mengucapkan kata “ nama orang, aku membatis engkau atas nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Pembabtisan dengan air sungguh diimani sebagai materai rohani yang tidak terhapuskan dan diterima hanya satu kali untuk selamanya. Dalam pembabtisan orang juga menerima pengurapan minyak karisma sebagai tanda pengurapan roh kudus, agar orang yang dibabtis boleh mengambil bagian dalam tugas imamat, kenabian, dan pengembalaan Yesus Kristus.  Y ang boleh menerima babtisan adalah setiap orang dan yang belum dibabtis, baik itu bayi maupun orang dewasa. Pembabtisan terhadap anak-anak perlu karena mereka dilahirkan dengan khodrat yang jatuh kedalam dosa dan dinodai oleh dosa asal. Mereka membutuhkan kelahiran kembali dalam pembabtisan supaya mereka dibebaskan dari kusa kegelapan.[9]
Luther berpandangan bahwa Baptisan Kudus merupakan tanda yang ditetapkan Allah untuk memeteraikan janji-Nya sebagai pengampunan dosa manusia. Namun, Luther tetap mempertahankan bahwa percaya akan janji Allah perlu, karena hanya dalam iman orang dapat menikmati pengampunan yang dijanjikan dalam baptisan. Luther menyetujui Baptisan Anak, dan ia berpandangan bahwa tidak perlu orang mempunyai iman yang matang untuk menerima baptisan, sebab bukan imanlah yang menjadikan baptisan efektif, melainkan janji Allah.[10]
Menurut Luther, baptisan bukanlah hasil pikiran manusia, melainkan wahyu dan pemberian Allah.[11] Baptisan tidak bisa dianggap remeh. Meskipun baptisan merupakan hal lahiriah, namun yang jelas firman dan perintah Allah menetapkannya dan meneguhkannya. Lebih-lebih baptisan itu dilakukan di dalam namaNya. Luther mendirikan pendapatnya berdasarkan perintah Yesus (Mat. 28:19-20).
Dibaptis dalam nama Allah bukanlah dibaptis oleh manusia, melainkan oleh Allah sendiri. Karena itu, walaupun manusia yang melakukannya, baptisan itu benar-benar perbuatan Allah sekaligus.  Artinya, jika pun seorang imam atau pendeta melayani sakramen baptisan kudus, sebenarnya Allah sendirilah pelaku utama dalam sakramen tersebut, bukan si pendeta. Dengan demikian baptisan tidak lain daripada Allah sendiri; bukan karena air itu lebih istimewa dari segala jenis air yang lain, tetapi karena firman dan perintah Allah yang menyertainya. Jadi, baptisan berbeda dengan air yang lain, bukan karena apa adanya, melainkan karena sesuatu yang lebih mulia menyertainya.
Dalam Pandangan Martin Luther, Allah sendirilah yang menjadi dasar dan pelaksana utama dalam Baptisan, bukan manusia. Oleh karena itu, tidak menjadi persoalan tentang siapa orang yang dibaptis, apakah orang dewasa atau anak-anak; sebab jika baptisan tersebut dilaksanakan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, maka sakramen tersebut adalah sah. Seorang yang menerima baptisan berarti telah ikut dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
Calvin melihat baptisan sebagai tanda pengampunan dosa dan hidup baru. Bahwa kita telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus dan telah kita telah satu dengan Dia. Babtisan juga sebagai tanda masuk persekutuan gereja. Babtisan dihubungkan dengan keanggiotaan Gereja. Ini sekaligus penolakan calvin terhadap anggapan bahwa babtisan merupakan syarat memperoleh keselamatan. Menurut Calvin babtisan bukan syarat melaikan materai yang menandakan bahwa seseorang telah memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus. Keselamatan itu telah dianungragkan Allah Bapa sebelum kita lahir, sehingga tidak ditentukan oleh babtisan.[12]
Pengampunan ini diberikan Allah kepada manusia sebelum ia lahir, sehingga tidak dapat diikat pada pelayanan baptisan. Lebih lanjut baptisan menurut Calvin menandai bahwa orang percaya ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus, dan bahwa orang percaya menjadi satu dengan Kristus. Konsekuensi dari ikatan baptisan dengan keanggotaan gereja bagi Calvin adalah bahwa pelayanan baptisan harus terjadi di dalam kebaktian jemaat, oleh pejabat yang ditentukan oleh gereja, yaitu Pendeta.

2.      Sakramen Perjamuan Kudus
Gereja Katolik Roma memahami sakramen sebagai saluran anugerah Allah. Jadi mereka menekankan arti perjamuan kudus sebagai sarana keselamatan bagi umat. Tidak cukup hanya kesetiaan terhadap Gereja saja melainkan mengikuti sakramen juga untuk selamat.Gereja Roma Katolik pada saat itu memercayai ajaran Perjamuan Kudus bahwa waktu imam yang melayani Perjamuan Malam mengucapkan kata-kata penetapan - "Inilah tubuhku... Inilah darah-Ku..." -substansi roti dan anggur (secara otomatis) berubah menjadi tubuh dan darah Kristus.[13] Ajaran inilah yang dikenal dengan transustansiasi.Jadi Gereja Katolik mengatakan bahwa roti dan anggur telah berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (transsubstansiasi) pada saat ditahbiskan (konsekrasi) dalam pelaksanaan Perjamuan Kudus.Setiap Perjamuan Kudus dilakukan diyakini bahwa setiap kali Yesus mengorbankan ulang tubuh dan darah-Nya untuk keselamatan manusia berdosa. Pada konsili ke-4 di Lateran (1215), ajaran transsubstansiasi disahkan menjadi dogma gereja. Ajaran ini kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquino (1274). Di konsili Terente (1545-1563) diteguhkan dan dikuatkan ajaran transsubstansiasi sebagai jawaban gereja Roma Katolik atas Reformasi.[14]
Dalam hal ini hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Diakon serta imam biasanya adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat diberi wewenang dalam lingkup terbatas sebagai pelayan luar biasa Komuni Suci.
Luther mengartikan Perjamuan Kudus bertolak dari kata-kata penetapan yaitu sebagai firman Allah, peraturan, dan perintah-Nya.Perjamuan Kudus ditetapkan oleh Kristus sendiri, bukan hasil pikiran manusia. Jadi Perjamuan Kudus adalah tubuh dan darah yang benar dari Kristus, yaitu tubuh dan darah yang diberikan kepada kita anggota-anggota jemaat di dalam dan di bawah roti dan anggur untuk dimakan dan diminum menurut firman dan penetapan Kristus. Firman itulah yang membuat Perjamuan Kudus menjadi Perjamuan Kudus dan firman-lah yang membedakannya, supaya Perjamuan Kudus bukanlah roti dan anggur biasa melainkan tubuh dan darah Kristus.[15] lni untuk menolak kepercayaan Gereja Katolik yang menanggap bahwa sakramen memiliki posisi yang tinggi dan dapat membawa keselamatan dibanding firman.
Untuk merayakan Perjamuan Kudus, menurut Luther harus memerhatikan dua hal yaitu, penyesalan dan percaya dan dia menekankan kesatuan orang-orang percaya.Kesatuan ini disebut juga kesatuan hati. Oleh sebab itu Perjamuan Kudus disebut suatu persekutuan atau commmunio.Bagi Luther, communion atau persekutuan ini sangat penting karena di dalamnya tiap-tiap orang yang merayakan Perjamuan Kudus   menerima segala pemberian rohani dari Kristus. Dan sebaliknya juga mendapat bagian dalam penderitaan.[16]
Mengenai kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus, Luther percaya berdasarkan perkataan Yesus dalam kata-kata penetapan maka kita menerima (percaya), bahwa roti dan anggur di sini adalah benar-benar tubuh dan darah Kristus.Luther menolak ajaran tentang transubstansiasi Gereja Katolik. Tetapi ia tidak menolak kehadiran tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur.Ajaran Luther ini disebut dengan kon-substansiasi (kon=sama-sama): roti dan anggur itu tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus mendiami roti dan anggur itu sehingga ada 2 zat atau substansi yang sama-sama terkandung dalam roti dan anggur itu.[17]
Untuk memperjelas hubungan antara tubuh dan darah Kristus pada satu pihak dan roti dan anggur pada satu pihak, ia memakai suatu kiasan. la katakan: api dan besi adalah dua substansi, tetapi kalau besi diletakkan di dalam api, maka kedua substansi itu bercampur baur begitu rupa, sehingga tiap-tiap bagian adalah besi dan api.[18]
Jadi, Luther percaya bahwa roti dalam Perjamuan Kudus adalah benar-benar roti dan anggur adalah benar-benar anggur. Dalam suatu cara yang tersembunyi tubuh dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus berada dalam roti dan anggur. Luther mengatakan bahwa dia percaya bukan saja tubuh Kristus berada di dalam roti dan anggur, tetapi juga bahwa roti dan anggur adalah tubuh dan darah Kristus.[19] Luther mengatakan memang secara rasional mungkin kehadiran tubuh dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus tidak dapat dipahami.Sungguhpun demikian kehadiran Kristus di situ tetap harus dipercayai.
Mengenai kata-kata penetapan, bagi Luther, kata-kata penetapan Perjamuan Kudus adalah kata-kata kehidupan.ini dianggap sebagai kata-kata yang paling utama dari seluruh Injil.Bahkan lebih penting dari perjamuan itu sendiri.Luther bahkan berkata, "kata-kata penetapan harus dipercayai, kata-kata itu menyelamatkan." Itulah sebabnya ia menolak interpretasi    yang  mengatakan  bahwa  ucapan Yesus,  "Ini  adalah  daging-Ku"  berarti  "Ini menandai daging-Ku".  [20]
Luther menolak kepercayaan yang menekankan bahwa Perjamuan Kudus dirayakan bukan karena Allah membutuhkannya, tetapi kitalah yang membutuhkannya.Perjamuan Kudus adalah karunia Allah untuk kita. Oleh sebab itu Perjamuan Kudus harus diterima dengan percaya dan merayakannya dengan cara yang benar. Karena itu ganti "opus operatum" (pekerjaan yang dilakukan) Luther menggunakan "opus operatis" (pekerjaan yang dilakukan oleh dia yang percaya).Jadi, Luther menekankan percaya itu.[21] Luther juga menentang Gereja Katolik bahwa anggota jemaat yang merayakan Perjamuan Kudus harus menerima baik roti maupun anggur, sesuai dengan perintah Yesus dalam Matius 26:27. Darah Kristus dicurahkan juga untuk anggota-anggota jemaat karena itu gereja tidak berhak melarang mereka minum anggur perjamuan.
Sehingga bagi Luther misa bukanlah pekerjaan dan bukanlah korban seperti yang dipercaya Gereja Katolik.Perjamuan Kudus baginya bukanlah suatu "sacrificum" melainkan "testamentum".Bahkan Luther menolak ajaran Gereja Katolik yang menganggap misa sebagai suatu pekerjaan yang baik yang menghasilkan pahala melainkan Perjamuan Kudus adalah anugerah Allah.Perjamuan Kudus adalah janji tentang pengampunan dosa yang dikokohkan oleh kematian Anak Allah.Oleh sebab itu janji ini harus diteruskan dan dibagikan kepada orang-orang percaya lainnya.ltulah sebabnya Luther sangat menekankan "percaya".Karena Perjamuan Kudus adalah suatu janji maka itu hanya dapat diterima dengan percaya.Janji ini didengar dari firman yang diucapkan melalui kata-kata penetapan dalam perjamuan kudusJadi, bagi Luther hanya oleh percaya (sola fide) kita dapat pergi ke Perjamuan Kudus.[22]
Menurut Luther, dalam Perjamuan Kudus Allah tidak saja memberikan suatu "jaminan" dan suatu "tanda", tetapi lebih daripada itu la memberikan "karunia-Nya" sendiri, yaitu karunia yangdijamin dan ditandai dalam Perjamuan Kudus. Ini diberikan untuk menjadi makanan setiap hari, agar supaya iman dapat pulih kembali dan menjadi kuat.Dari sini muncul pertanyaan, apakah roti dan anggur dapat mengampuni dosa dan menguatkan iman? Maka Luther menjawab bahwa pengampunan dosa pada satu pihak hanya terkandung dalam firman Tuhan.tetapi pada lain pihak pengampunan dosa juga terikat pada tubuh dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus.[23]
Calvin menyakini dan mengajarkan bahwa perjamuan kudus adalah tanda yang ditetapkan oleh Allah melalui Anak-Nya Yesus Kristus, supaya melalui roti dan anggur itu orang-orang briman dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus.[24] Calvin berpandangan, bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda, dalam hal ini tanda tersebut bukanlah tanda kosong, sebab tanda ini diberikan Allah melalui Anak-Nya, supaya orang percaya melalui roti dan anggur betul-betul dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Dalam Perjamuan Kudus, Kristus betul-betul hadir untuk menjadi satu dengan orang-orang percaya, dan menguatkan iman mereka. Dengan demikian Calvin menolak ajaran Gereja Roma Katolik tentang trans-substansiasi dan menolak ajaran Lutheran yaitu mengenai kon-substansiasi.

D.    Sakramen dalam Gereja Krisren Indonesia (GKI) Sumut
Dalam tata Gereja GKI Sumut  Bab V pasal 2, GKI hanya mengenal 2 sakramen yaitu Baptisan Kudus  dan Perjamuan Kudus.
1.      Sakramen Babtisan Kudus[25]
Baptisan kudus yang dilakukan bagi orang dewasa (Babtisan Dewasa), dan anak-anak (Babtisan anak).  Anak-anak kecil dibaptis karena Mereka termasuk dalam perjanjian Allah dan dalam jemaat-Nya, sama seperti orang-orang dewasa (Kej 17:7). Lagi pula, melalui darah Kristus, mereka, tidak kurang daripada orang dewasa (Kis 2:39), menerima janji kelepasan dari dosa-dosa dan Roh Kudus yang bekerja menciptakan iman (Mat 19:14). Maka mereka pun perlu dimasukkan dalam Gereja Kristen dan dibedakan dari anak-anak orang tidak percaya (Kis 10:47), melalui Baptisan, sebagai tanda perjanjian itu, sebagaimana dalam Perjanjian Lama dilakukan melalui Sunat (Kej 17:12-13), yang dalam Perjanjian Baru diganti dengan Baptisan (Kol 2:11-13).
Dalam Baptisan Kudus diingatkan dan diyakinkan, bahwa kurban Kristus yang satu-satunya, yang terjadi pada kayu salib itu menjadi kebaikan. Kristus telah menetapkan permandian lahiriah (Kis 2:38), disertai janji (Mat 28:19). Sebagaimana tubuhku pasti dibasuh secara lahiriah oleh air, yang biasa dipakai untuk menghilangkan kotoran tubuh, sepasti itu pula aku telah dibasuh dengan darah dan Roh-Nya dari kecemaran jiwaku, yaitu semua dosaku (1Pet 3:21).
Dalam penetapan Baptisan, yang berbunyi sebagai berikut, Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat 28:19), dan, Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum (Mar 16:16). Janji itu diulang, ketika Alkitab menyebut Baptisan adalah permandian kelahiran kembali (Tit 3:5) dan pembasuhan dari semua dosa (Kis 22:16). Kita melihat bahwa Kristus berjanji kepada kita bahwa, sebagaimana kita pasti dibasuh oleh air baptisan, sepasti itu pula Dia mau membasuh kita dengan darah dan Roh-Nya. Permandian lahiriah itubukanlah  pembasuhan dari dosa- dosa (1Pe 3:21)  karena hanya darah Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang membasuh kita dari segala dosa (1Yo 1:7).
Roh Kudus menamakan Baptisan itu 'permandian kelahiran kembali' dan 'pembasuhan dari dosa-dosa' karena Allah berfirman demikian bukan tanpa alasan yang sangat penting. Pertama, dengan demikian Dia hendak mengajar kita bahwa, sama seperti kotoran tubuh dihilangkan dengan air, begitu pula segala dosa kita dihilangkan oleh darah dan Roh Yesus Kristus (Wah 1:5). Tetapi terutama, melalui jaminan dan tanda ilahi ini Dia hendak memastikan kepada kita bahwa, sebagaimana tubuh kita benar- benar dibasuh secara lahiriah dengan air, begitu pula kita benar-benar dibasuh secara rohani dari segala dosa kita (Gal 3:27).

2.      Perjamuan Kudus.
Dalam Perjamuan Kudus diingatkan dan diyakinkan, bahwa mendapat bagian dalam kurban Kristus yang satu-satunya, yang terjadi pada kayu salib, dan dalam semua harta-Nya.  Perjamuan kudus ini berdasarkan perintah Kristus, dimana Kristus telah memerintahkan semua orang percaya, supaya makan dari roti yang dipecah-pecahkan dan minum dari cawan agar perbuatan itu menjadi peringatan akan Dia. Dia menambahkan janji janji ini (Mat 26:26-28). Pertama, bahwa sebagaimana aku melihat dengan mata kepala sendiri bahwa roti Tuhan dipecah- pecahkan untukku dan cawan diberikan kepadaku, sepasti itu pula tubuh-Nya dikurbankan bagiku dan darah-Nya ditumpahkan untukku di kayu salib. Kedua, sebagaimana dari tangan pelayan aku menerima roti dan cawan Tuhan sebagai tanda- tanda yang pasti dari tubuh dan darah Kristus, dan mengecapnya dengan mulutku, sepasti itu pula Dia sendiri memberi makan dan minum jiwaku dengan tubuh-Nya yang disalibkan dan darah-Nya yang ditumpahkan, supaya aku beroleh hidup yang kekal.
Arti, 'makan tubuh Kristus yang disalibkan' dan 'minum darahNya yang ditumpahkan' adalah bahwa kita menerima seluruh penderitaan dan kematian Kristus dengan hati yang percaya, dan dengan demikian memperoleh pengampunan dosa-dosa dan hidup yang kekal (Yoh 6:35). Di samping itu, bahwa kita makin lama makin dipersatukan dengan tubuh-Nya yang kudus oleh Roh Kudus yang tinggal dalam Kristus maupun dalam kita (Yoh 6:56). Memang, Kristus ada di sorga (Kis 3:21) dan kita di bumi. Namun, persatuan itu membuat kita menjadi daging dari daging-Nya dan tulang dari tulang-tulang-Nya (Efe 5:30), serta hidup dan diperintah oleh satu Roh untuk selama-lamanya, sama seperti anggota-anggota tubuh hidup dan diperintah oleh satu jiwa (Efe 2:21-22).
Kristus berjanji, sebagaimana orang percaya makan dari roti yang dipecah-pecahkan dan minum dari cawan, sepasti itu pula Dia akan mengenyangkan mereka dengan tubuh-Nya dan menyegarkan mereka dengan darahNya yang didasarkan dalam penetapan Perjamuan Malam, berbunyi (Mat 26:26-28), Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Dia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Dia mengucap syukur atasnya; Dia memecah-mecahkannya dan berkata, Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!' Demikian juga Dia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata, 'Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!' Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum dari cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Dia datang.' (1Ko 11:23-26). Janji ini diulang Rasul Paulus, katanya, 'Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu' (1Ko 10:16-17).
Roti dan anggur itu Tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus yang sesungguhnya, hal ini didasarkan Perjamuan Malam pula roti dalam tidak menjadi tubuh Kristus (1Ko 10:16), meskipun, sesuai dengan sifat Sakramen-sakramen (1Ko 10:3-4), roti itu disebut tubuh Yesus Kristus.
Kristus menyebut roti itu 'tubuh-Nya' dan minuman dalam cawan itu 'darah-Nya' atau 'perjanjian baru di dalam darahNya', dan Paulus menyebutnya 'persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus' karena Kristus berfirman demikian bukan tanpa alasan yang sangat penting. Pertama, dengan demikian Dia hendak mengajar kita bahwa, sama seperti roti dan anggur memelihara hidup kita sementara di dunia ini, demikian pula tubuh-Nya yang telah disalibkan dan darah-Nya yang ditumpahkan itu merupakan makanan dan minuman yang sesungguhnya bagi jiwa kita untuk hidup yang kekal (Yoh 6:55). Tetapi terutama, melalui tanda dan jaminan yang kelihatan ini Dia hendak memastikan kepada kita bahwa, sama seperti kita menerima tanda-tanda kudus ini dengan mulut jasmani menjadi peringatan akan Dia, demikian pula kita sungguh-sungguh mendapat bagian dalam tubuh dan darah-Nya melalui pekerjaan Roh Kudus (1Ko 10:16), dan bahwa penderitaan dan ketaatan-Nya itu pasti menjadi milik kita, seolah-olah kita sendiri telah merasakan segala kesengsaraan itu dan melunasi utang dosa kita kepada Allah.'
Perjamuan Malam Tuhan ditetapkan Untuk mereka yang menyesali dirinya karena dosa-dosanya, namun tetap percaya bahwa dosanya itu telah diampuni karena Kristus dan bahwa juga segala kelemahan yang masih tertinggal ditutup oleh penderitaan serta kematianNya; mereka yang juga ingin makin menguatkan iman dan membenahi hidup mereka. Sebaliknya, orang munafik dan mereka yang tidak bertobat kepada Allah dengan ikhlas, mereka itu mendatangkan hukuman atas diri mereka dengan makan dan minum (1Ko 10:21).
Mereka yang dalam hal pengakuan iman dan perihidupnya ternyata bertindak sebagai orang tidak percaya dan fasik diizinkan turut serta dalam Perjamuan Kudus, tidak di ijinkan untuk mengikuti perjamuan kudus karena dengan demikian perjanjian Allah dinajiskan dan murkaNya dibangkitkan atas seluruh jemaat (Mat 7:6). Oleh karena itu, Gereja Kristen wajib mengucilkan mereka dengan mempergunakan kunci-kunci kerajaan sorga, sesuai dengan penetapan Kristus dan Rasul-rasul-Nya, sampai mereka itu terbukti telah membenahi hidupnya.

E.     Kesimpulan
Dalam Gereja GKI Sumut hanya melaksanakan dua sakramen yaitu sakramen Babtisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Babtisan Kudus sebagai tanda dan  materai, yang menandakan bahwa seseorang telah memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus. Perjamuan Kudus adalah sebagai tanda dan materai, tanda yang ditetapkan oleh Allah melalui Anak-Nya Yesus Kristus, supaya melalui roti dan anggur itu orang-orang beriman dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Kristus benar-benar hadir waktu melaksanaan perjamuan kudus,  namun bukan berarti roti dan anggur berubah menjadi danging dan darah Kristus.
Perjamuan Kudus adalah  Hak dari Anggota Gereja, Karena Perjamuan kudus diberikan kepada semua orang yang percaya Kristus. Semua jemaat seharusnya ikut menerima Perjamuan Kudus itu sebagai sarana menerima pengampunan dosa dari Allah.  Mengiuti Perjamuan Kudus seharusnya tidak ditentukan oleh perasaan orang percaya, melainkan seharusnya sikap semua orang percaya adalah menerima, tanpa mempertimbangkan apakah ia siap atau tidak siap. Sebaiknya kapan saja Tuhan memanggil kita untuk ikut dalam perjamuanNya, maka seharusnya kita dengan segera bangkit dan bergegas mendekatkan diri untuk mengiuti perjamuan kudus. Namun kenyataannya kebanyakan dalam jemaat memiliki rasa segan untuk menerima Perjamuan Kudus.  Hal itu berkaitan dengan pemahaman bahwa roti dan anggur menjadi betul-betul tubuh dan darah Kristus. Oleh karena itu anggota-anggota gereja menjadi takut untuk menerima roti dan anggur tersebut. Allah, yang mengetahui kelemahan iman kita, menyesuaikan diri terhadap keterbatasan-keterbatasan kita. Oleh kerena itu tak ada yang perlu ditakuti dalam Perjamuan kudus sebab itu merupakan anugerah yang diberikan-Nya kepada kita. Namun sikap kita dituntut untuk selalu merendahkan diri dihadapan-Nya.
Daftar Pustaka

Christiaan de Jonge, Apa Itu CALVINISME?, Jakarta: BPK-GM 1998.
G.C. van Niftrik-B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, BPK-GM, Jakarta, 2001.
 H. Berkhof, dan IH Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformator . Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990.
Jan S. Aritonang, Berbagai aliran di dalam dan di sekitar gereja, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016.
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa, Yogyakarta: Kanisius, 2016.
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa, Yogyakarta: Kanisius, 2016
Martin Luther, Katekhismus Besar, Jakarta: BPK-GM 2007.
W.R.F Browning “ Kamus Alkitab” Jakarta: BPK Gunung- Mulia , 2007
  Yohanes Calvin, Institutio (Pengajaran Agama Kristen), BPK-GM, Jakarta, 2000
Zakharius Ursinus dan Caspar Olevianu, “Pengajaran Agama Kristen: Katekismus Heidelberg, Jakarta: BPK Gunung- Mulia , 2010




[1] W.R.F Browning “ Kamus Alkitab” (Jakarta: BPK Gunung- Mulia , 2007), 394
[2]Zakharius Ursinus dan Caspar Olevianu, “Pengajaran Agama Kristen: Katekismus Heidelberg, (Jakarta: BPK Gunung- Mulia , 2010), 37
[3] Yohanes Calvin, Institutio (Pengajaran Agama Kristen), (BPK-GM, Jakarta, 2000), 275
[4] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformator (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990),4
[5]Zakharius, 37

[6] L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa, (Yogyakarta: Kanisius, 2016), 113

[7] G.C. van Niftrik-B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, (BPK-GM, Jakarta, 2001), 436-437
[8]Zakharius, 37-38
[9] L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa, (Yogyakarta: Kanisius, 2016),116-117
[10] Christiaan de Jonge, Apa Itu CALVINISME? (Jakarta: BPK-GM 1998), 191
[11] Martin Luther, Katekhismus Besar, (Jakarta: BPK-GM 2007), 184

[12] Jan S. Aritonang, Berbagai aliran di dalam dan di sekitar gereja, ( Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016), 77

[13] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformator (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 20.
[14] G.C. van Niftrik-B.J.Boland, 459
[15] J. L. Ch. Abineno, 44-45.
[16] Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformator, 21-22
[17] H. Berkhof, dan IH Enklaar, Sejarah Gereja(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 131-132.
[18] Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformator, 32.
[19] Ibid.,33
[20] Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Reformator, 36.
[21] Ibid., 30.
[22] Ibid., 34-35.
[23] Ibid.,46-47
[24] Jan S. Aritonang, 77
[25] Disarikan dari Zakharius Ursinus dan Caspar Olevianu, pengajaran Agama Kristen: Katekismus Heidelberg, Jakarta: BPK Gunung- Mulia , 2010, 38-41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar